Virginia (ANTARA News) - Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) menyatakan bahwa kudeta yang baru saja terjadi di Thailand untuk menggulingkan Perdana Menteri (PM), Thaksin Shinawatra, sebagai langkah mundur dari pelaksanaan sistem demokrasi di Negeri Gajah Putih itu. Meskipun demikian, Wakil Jurubicara Deplu AS, Tom Casey, di Washington DC, Rabu, tidak menyebutkan secara detil apakah AS akan mengembalikan pemerintahan PM Thaksin Shinawatra mengingat pemerintahan itu sebelumnya dipilih melalui sebuah pemilu yang demokratis. "Masih akan ada banyak hal yang terjadi di Thailand, namun yang pasti adalah harus ada pemerintahan yang demokratis di sana. Para pejabat militer yang sekarang menjalankan pemerintahan di sana telah mengatakan bahwa tujuan mereka adalah melakukan sebuah pemilu, mengembalikan pemerintahan sipil yang demokratis, dan melakukannya dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Itu yang ingin kita lihat," kata Casey. Dia juga mengatakan akibat kudeta tersebut, pemerintah AS akan mengkaji kembali hubungan mereka dengan Thailand, terutama terkait dengan UU Operasi Luar Negeri (Foreign Operations Act) tahun 2006 pasal 508. "Namun saya kira yang paling penting adalah kita ingin melihat penyelesaian dari situasi yang berkembang harus sesuai dengan UU yang berlaku, sesuai dengan prosedur demokrasi, dan tentu saja pengembalian ke pemerintahan sipil secepat mungkin," ungkapnya. Mengenai bantuan luar negeri Casey mengetakan pemerintah AS belum memikirkan tentang rencana itu. Namun mengingat Thailand merupakan negara dengan salah satu perekonomian yang paling maju di Asia, dia menyangsikan kemungkinan pemberian bantuan dalam jumlah yang besar ke negara tersebut. Dia juga mengaku bahwa hingga kini dirinya tidak mengetahui keberadaan PM Thaksin Shinawatra yang diisukan berada di wilayah AS. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2006