Bangkok (ANTARA News) - Pemimpin kudeta Thailand secara resmi memegang kekuasaan legislatif akibat kelumpuhan parlemen sesudah perdana menteri digulingkan pekan ini, kata mereka dalam pengumuman disiarkan televisi hari Kamis. "Demi kebaikan negeri ini, ketika ia tidak memiliki parlemen dan senat, hukum memerlukan tindakan anggota parlemen dan senat akan disetujui pemerintah sementara tentara," kata pernyataan itu. Pengumuman tersebut merupakan yang terahir dalam rangkaian kekuasaan baru Jenderal General Sonthi Boonyaratglin dan pemimpin lain kudeta sejak penggusuran tak berdarah Selasa malam atas Perdana Menteri Thaksin Shinawatra. Sesudah kudeta itu, tentara membubarkan kabinet Thaksin, parlemen dan mahkamah tertinggi Thailand, dan juga melarang kegiatan partai politik dan pengumpulan lebih dari lima orang. Beberapa menit sebelumnya, televisi juga menunjukkan gambar pertemuan raja Thailand dengan Sonthi dan pemimpin lain kudeta pada malam sama saat mereka menumbangkan Thaksin. Pada hari Rabu, raja secara terbuka mendukung Sonthi sebagai pemimpin pemerintah tentara baru Thailand dalam pernyataan dibacakan di televisi negara. Kerajaan itu diyakini secara diam-diam menyetujui kudeta terhadap perdana menteri itu, yang berbulan dikecam dengan tuntutan turun di tengah tuduhan korupsi. Penguasa baru Thailand itu hari Kamis melarang semua partai politik mengadakan pertemuan dan kegiatan. Pengumuman itu disiarkan seluruh saluran televisi Thai. "Kami tidak memiliki tanggapan, karena tidak dibolehkan mengadakan rapat," kata Ongart Klampaiboon, jurubicara partai Demokrat, partai tertua Thailand seperti dikutip kantor-kantor berita transnasional. Tapi, Ongart menduga larangan itu tidak bertahan lama dan akan dicabut segera sesudah "keadaan kembali seperti sediakala". Thailand berada di bawah undang-undang darurat sejak Selasa, saat Panglima Angkatan Darat Jenderal Sonthi Boonyaratglin menggerakkan pasukan dan tank di Bangkok dalam kudeta berhasil terhadap pemangku Perdana Menteri Thaksin Shinawatra, yang saat itu berada di New York. Dengan menyebut diri Dewan Perubahan Pemerintah, penguasa itu hari Rabu menyatakan akan berkuasa hanya dua pekan sampai kabinet sipil terpilih, yang akan bertanggungjawab menjalankan negara dan merancang undang-undang dasar baru. Jenderal Sonthi memperkirakan pemilihan umum diselenggarakan Oktober 2007. Pada hari Kamis, dua anggota utama partai Thai Rak Thai Thaksin, Newin Chidchob dan Yongyudh Tiyapai, menyerahkan diri untuk diperiksa. Pemimpin lain partai itu ditahan di Bangkok, termasuk mantan wakil perdana menteri Chidchai Vanasatidya dan sekutu dekat Thaksin, Prommin Lertsuidej. Pemimpin kudeta harus menyelenggarakan pemilihan umum dalam enam bulan dan mempercepat perubahan politik jika mereka sungguh-sungguh ingin kembali pada kekuasaan demokratik, kata pemimpin lawan Abhisit Vejjajiva hari Kamis. "Kami tidak dapat mendukung perubahan di luar hukum, tapi itu terjadi," kata Abhisit kepada kantor berita Inggris Reuters. "Negara harus bergerak maju dan jalan baik bagi kemajuan bagi pemimpin kodeta adalah segera mengembalikan kekuasaan kepada rakyat dan melakukan perubahan, yang mereka janjikan," katanya. Pemimpin kudeta menyatakan diperlukan waktu satu tahun untuk menyusun undang-undang dasar baru untuk dibawa ke penentuan pendapat rakyat dan disusul dengan pemilihan umum. "Tidak perlu menyusun undang-undang dasar baru," kata Abhisit (42 tahun), yang menjadi ketua partai itu setelah dikalahkan Thaksin dalam pemilihan umum Februari 2005. Partai Demokrat memboikot pemilihan umum dini, yang diadakan Thaksin bulan April untuk menghentikan unjukrasa terhadapnya. Pemilihan umum itu dibatalkan pengadilan dan, menurut rencana, diselenggarakan lagi Nopember mendatang sebelum kudeta tersebut, yang mengubah keadaan politik Thailand.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006