Bandarlampung, (ANTARA News) - Balai Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) di Kabupaten Lampung Barat berupaya menghentikan aktivitas ratusan warga yang diduga berasal dari Kampung Way Haru dan Bandar Dalam pada wilayah enclave (permukiman di tengah hutan) di Kecamatan Bengkunat, yang telah melakukan aktivitas pembukaan dan pelebaran jalan di hutan di sana. Informasi yang diperoleh ANTARA Bandarlampung, Selasa, menyebutkan, aktivitas 200 hingga 300 orang warga Way Haru dan Bandar Dalam itu, dengan menggunakan golok dan pemotong kayu pohon bertujuan untuk membuat dan memperlebar jalan dari kampung mereka yang cenderung terisolasi selama ini hingga sampai ke Way Heni. Namun pembukaan jalan itu tanpa mendapatkan izin dari pihak berwenang sehingga dikhawatirkan dapat berdampak merusak kelestarian kawasan hutan di sana. Dilaporkan aktivitas warga membuka jalan Way Haru menuju Way Heni itu telah berlangsung sejak 18 September 2006 lalu, hingga Rabu (20/9), telah mencapai sekitar 2,7 Km dengan lebar jalan sekitar 7-8 meter. Menurut Kepala Balai TNBBS, Tamen Sitorus melalui Kepala TU Balai TNBBS, Diah Qurani, aktivitas warga membuka dan memperlebar jalan itu kini telah dihentikan setelah petugas terkait memberikan imbauan yang diperlukan. "Aktivitas mereka terhenti sejak Rabu (20/9) lalu, setelah kami datangi dan ingatkan untuk tidak melanjutkan upaya membuka dan memperlebar jalan tersebut," kata Diah lagi. Dia menegaskan, pembukaan jalan tembus di dalam kawasan hutan TNBBS haruslah mendapatkan izin dari Menteri Kehutanan, sehingga tidak dibolehkan siapapun melakukannya. Menurut informasi yang diperoleh ANTARA Bandarlampung, aktivitas membuka dan memperlebar jalan Way Haru-Way Heni itu dilakukan atas inisiatif masyarakat sendiri yang sangat menginginkan adanya jalan tembus dari kampung mereka ke wilayah terdekat yang relatif terbuka (Way Heni). Menurut penuturan warga di sana, kegiatan mereka itu juga tanpa sepengetahuan kepala pekon (kepala desa) setempat. "Sudah ada surat dari kepala pekon agar masyarakat menghentikan aktivitas membuka jalan di dalam hutan TNBBS tersebut," kata Kepala TU TNBBS, Diah Qurani lagi. Pihak Balai TNBBS, menurut Diah, dalam jangka pendek akan mengamankan kawasan hutan yang menjadi lokasi pembuatan jalan tembus itu agar tidak dikerjakan lagi oleh masyarakat. "Tidak ada izin untuk membuka jalan tembus di sana, sehingga tak ada alasan warga tetap melakukannya walaupun sebagai sarana transportasi keluar desanya," ujar Diah. Selama ini warga enclave Way Haru/Bandar Dalam di dalam kawasan hutan TNBBS di Lampung Barat itu hanya memiliki akses keluar masuk melalui jalan tembus yang menyusuri kawasan pantai (Barat) di sana. Namun jalan tembus itu sulit dilalui saat air laut dalam kondisi pasang, sehingga warga berupaya mencari jalan tembus lain yang melewati jalan darat meskipun harus membabati kawasan hutan di sana. Selama aktivitas membuka dan memperlebar jalan yang menurut kabar sebenarnya telah ada jalan rintisan setapak sebelumnya itu, warga melakukan penebangan dan pembabatan sejumlah pohon dan semak belukar yang dilalui jalan tersebut sepanjang hampir 3 Km dengan lebar mencapai sekitar 8 meter. Sejumlah aktivis lingkungan di Lampung mendukung upaya menghentikan aktivitas pembukaan jalan tembus di TNBBS yang dilakukan warga masyarakat tersebut. Namun pemerintah juga diingatkan untuk memperbaiki akses jalan keluar masuk ke kawasan enclave di sana tanpa menimbulkan dampak buruk bagi kelestarian hutan TNBBS yang telah ditetapkan sebagai "situs warisan dunia" itu. Areal hutan TNBBS memiliki luas sekitar 380.000 ha, dengan keanekaragaman hayati flora dan fauna termasuk jenis langka dan dilindungi di dalamnya, seperti gajah sumatera, badak sumatera, harimau sumatera, beraneka jenis anggrek alam, termasuk bunga Rafflesia arnoldii dan bunga bangkai (padma) berukuran raksasa yang saat merekah menjadi bunga hutan terbesar di dunia.(*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006