Jakarta (ANTARA News) - Partisipasi pemilih di luar negeri pada pemungutan suara Pemilu Legislatif 2014 hanya mencapai 44,72 persen, jauh dari harapan Komisi Pemilihan Umum yang menargetkan 75 persen.

Hal itu terungkap ketika Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Panitia Pemungutan Luar Negeri (PPLN) Wahid Supriyadi menyampaikan rekapitulasi hasil perolehan suara Pileg dari 130 kantor perwakilan dalam Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Nasional di Gedung KPU Pusat Jakarta, Selasa malam.

"Jumlah pemilih yang terdaftar sebanyak 2.093.298 orang, sedangkan jumlah pemilih yang menggunakan hak pilihnya ada 464.078 orang," kata Wahid.

Dari rekapitulasi suara PPLN, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memperoleh dukungan terbanyak 112.144 suara, disusul Partai Golongan Karya (Golkar) 74.536 suara dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) 61.743 suara.

Perolehan suara di luar negeri tersebut disebabkan adanya pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya pada saat hari pemungutan, antara lain para pelajar di Australia.

Tidak tercapainya target Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk partisipasi pemilih luar negeri itu disebabkan banyak pemilih, yang menggunakan hak pilih melalui pos dan "dropbox", tidak mengembalikan atau mengirimkan kembali surat suara mereka.

KPU merancang metode pemilihan luar negeri lewat pos dan "dropbox" dimaksudkan agar angka partisipasi warga Negara Indonesia (WNI) pemilih meningkat tajam dibandingkan Pemilu 2009.

"Dengan fasilitasi berbeda antara di luar negeri dan dalam negeri, kami berharap ada peningkatan partisipasi pemilih yang tadinya 22,30 persen (Pemilu 2009) kami targetkan itu sama dengan target di dalam negeri yaitu 75 persen," kata Ketua KPU Pusat Husni Kamil Manik.

Selain dua metode khusus tersebut, KPU juga menggelar pemungutan suara di luar negeri lebih dulu dibandingkan pelaksanaan di dalam negeri atau dikenal dengan istilah "early voting".

Namun, menurut Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah, pelaksanaan "early voting" tidak cukup meningkatkan partisipasi pemilih di luar negeri. Oleh karena itu, KPU perlu mengevaluasi pelaksanaan "early voting" untuk perbaikan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres).

"Penyelenggaraan early voting di Malaysia, kawasan di mana DPT (daftar pemilih tetap) di luar negeri terbesar, jauh dari harapan. Maka kami mendesak kepada penyelenggara Pemilu untuk mengevaluasi sosialisasi, rekrutmen penyelenggara, serta mekanisme pengawasan dan pemantauan," kata Anis.

Berdasarkan pemantauan yang dilakukan Migrant Care di Malaysia dan Singapura, masih banyak WNI, khususnya buruh migran, belum mengetahui adanya "early voting".

"Banyak di antara mereka belum tahu mengenai early voting dan bahkan masih tetap menganggap bahwa Pileg berlangsung pada tanggal yang sama dengan penyelenggaraan pemungutan suara di Tanah Air, yakni 9 April," ujarnya.  (F013/T007)

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2014