Berawal dari rekomendasi wisata di google, tiga peselancar ombak ini memutuskan untuk memilih PLTD Apung sebagai tujuan destinasi saat jeda kompetisi.
Selain itu, Rizky Eka mengungkapkan memang mempunyai rasa penasaran dengan sisa bangkai kapal dari bencana tsunami yang menerjang Aceh hampir 20 tahun lalu.
"Ingin melihat suasana yang beda daripada selama ini lihat pantai terus dan melihat monumen kayaknya bagus juga mumpung di Aceh," kata Rizky Eka.
Pilihan Rizky Eka, Haierl Oney, dan Raju Rana Seran jelas tak keliru. Sebab dari PLTD Apung mereka bisa belajar banyak tentang semangat resiliensi serta besarnya motivasi masyarakat Aceh untuk bangkit dari bencana dahsyat yang melanda mereka nyaris 20 tahun silam.
PLTD Apung saksi amuk tsunami
PLTD Apung atau yang dikenal dengan nama Kapal Apung terletak di Punge Blang Cut, Jaya Baru, Banda Aceh. Kapal Apung, yang memiliki luas 1.900 meter dan panjang mencapai 63 meter, dulunya merupakan pembangkit listrik yang mempunyai kekuatan daya mencapai 10,5 megawatt.
Kapal yang mempunyai bobot 2.600 ton ini sebelumnya bersandar di Pelabuhan Ulee Lheve kemudian terseret ombak tsunami pada 26 Desember 2004 sejauh 5 km dan terdampar di jantung kota Banda Aceh, Punge Blang Cut.
Baca juga: Laut biru dan pasir putih berpadu indah di Pantai Babah Kuala Lhoknga
Baca juga: Larut dalam keindahan Danau Lut Tawar bernuansa Wakatipu
Dalam catatan yang terdapat di Museum PLTD Apung, kapal yang dibuat di Batam pada 15 Oktober 1996 tersebut terseret ombak tsunami sebanyak tiga kali dalam peristiwa tsunami Aceh. Gelombang pertama dan kedua datang dari arah Ulee Lheve yang menerjang kapal saat bersandar di pelabuhan. Lalu gelombang ketiga datang dari arah Syiah Kuala yang membuat kapal PLTD Apung terhempas di komplek masjid Subulussalam.
Karena bobot yang berat, PLTD Apung tak dapat ditarik kembali menuju pelabuhan dan dibiarkan dalam perawatan. Pada 21 Juni 2010, PLN melakukan konservasi PLTD Apung dengan menjadikan salah satu museum sejarah tsunami Aceh dan tempat edukasi mitigasi bencana tsunami.
PLTD Apung yang masih mempunyai mesin listrik yang dapat digunakan, akhirnya mesin listrik berdaya 10 megawat tersebut diputuskan untuk direlokasi ke PTD Leungbata.
"Sampai saat ini kami Dinas Pariwisata pemerintah kota Banda Aceh atas Dinas Pariwisata mengelola ini, dan kami ini melakukan merevitalisasi salah satunya pengecatan ulang semua di tahun 2020, kemarin kan Covid jadi wisata dan destinasi kami tutup, kesempatan itulah kami gunakan untuk merevitalisasi tempat wisata," kata Kepala Bidang Ekonomi Kreatif Dinas Pariwisata Banda Aceh, Iin Muhaira.
Di bagian dalam kapal kini telah direvitalisasi menjadi museum yang menyuguhkan berbagai data kajian sejarah mengenai tsunami Aceh, sejarah PLTD Apung hingga cara pencegahan mitigasi bencana tsunami.
Sementara di area luar PLTD Apung terdapat monumen yang dibangun untuk mengenang korban jiwa yang wafat akibat tsunami. Pada monumen tersebut terdapat nama dan tanggal serta kejadian tsunami yang menimpa sejumlah negara di dunia. Sedangkan di dinding sekeliling monumen kini dibangun relief menyerupai gelombang air bah.
Pengunjung juga dapat mengakses area atap kapal untuk melihat panorama dari Bukit Barisan yang dapat diakses mulai dari pukul 09.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB.
Hadirnya museum PLTD Apung juga membuka potensi pariwisata dan ekonomi kreatif berbasis sejarah. Menurut Iin Muhaira dengan kehadiran museum seperti PLTD Apung juga mengubah wajah Banda Aceh yang sebelumnya merupakan destinasi wisata religi kini juga dapat bertransformasi menjadi wisata berbasis edukasi sejarah.
"Keunggulan ini kan wisata edukasi tsunami, Banda Aceh terkenal dengan tsunaminya jadi bisa dikatakan ini salah satu destinasi edukasi tsunami jadi selain menjadi pusat destinasi religi, kita juga sebagai daerah pusat edukasi tsunami mempunyai tiga museum unggulan. Museum Tsunami, PLTD Apung, Monumen Kapal Tsunami Lampulo yang kita bilang wisata bersejarah bencana alamnya," ujar Iin Muhaira.
Efek wisatawan semasa PON Aceh-Sumut 2024
Kunjungan wisatawan di PLTD Apung semasa PON Aceh-Sumut 2024 mengalami peningkatan yang signifikan seperti saat hari libur lebaran.
Mayoritas pengunjung didominasi oleh atlet, offisial hingga wisatawan mancanegara yang memang ingin tahu mengenai sejarah dan saksi bisu dari kedasyahatan tsunami Aceh.
Baca juga: Menelusuri silsilah Cut Nyak Dhien yang berdarah Minangkabau
Baca juga: "Malahayati" generasi baru Tanah Rencong itu bernama Nurul Akmal
Selama gelaran PON yang pertama kali dilangsungkan di dua provinsi ini, pihak Dinas Pariwisata Banda Aceh meningkatkan pelayanan di PLTD Apung salah satunya dengan melakukan tiket elektronik untuk setiap pengunjung.
Para pengunjung nantinya akan dipatok tarif sebesar tiga ribu Rupiah per orang sementara untuk anak-anak tidak dikenakan biaya.
"Jadi untuk PLTD Apung sendiri itu mulai diberlakukan elektronik tiket, tujuan itu adalah untuk menambah PAD Kota Banda Aceh. Tapi untuk pelayanan kita tetap melakukan, melaksanakan pelayanan, memberikan pelayanan kepada wisatawan dengan semaksimal mungkin. Pelayanan di dalam museum juga kami tingkatkan terus, revitalisasinya juga terus kami tingkatkan termasuk informasi -informasi mengenai storytelling tentang PLTD Apung," ujar Iin Muhaira.
Dengan berlangsungnya PON Aceh-Sumut 2024 juga menjadi momentum untuk mempromosikan sejumlah wisata edukasi wisatawan bersejarah di Aceh. Salah satunya wasit cabang rugby, Nike Taime yang membagikan pengalamannya tertarik untuk mengunjungi museum PLTD Apung karena diberi tahu oleh salah satu pengemudi ojek online mengenai sejarah dari kapal yang terseret hingga jantung kota.
"Jadi tempat wisata keren-keren sekali semuanya ini juga masukkan buat warga sekitar kan memasukkan bisa jadi wisata yang sangat menarik buat saya buat yang pasti akan berkunjung di sini," kata Nike Taime.
Baca juga: PON 2024, selebrasi untuk sukses bangkit dari tsunami 20 tahun lalu
Baca juga: Sentuhan wanita di balik gemerlap arena panjat tebing
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2024