Jakarta (ANTARA News) - Partai politik peserta Pemilihan Umum (Pemilu) menganggap satu suara rakyat itu amat strategis dan menentukan, apalagi 500.000-an suara prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan anggota Kepolisian Negara RI (Polri) apabila hak pilihnya telah dipulihkan, kata Ketua Komisi I DPR, Theo Sambuaga. "Ada prinsip politik, bahwa every vote counts. Jadi, setiap suara itu menentukan, dan ingat hanya dengan perbedaan beberapa suara, George W. Bush dan Al Gore dalam Pemilihan Presiden AS, harus diputuskan lewat Mahkamah Agung, begitu juga di banyak Pilkada di Indonesia, beda satu suara saja, memenangkan seorang kandidat," ujarnya kepada ANTARA News di Jakarta, Jumat. Salah seorang Ketua DPP Partai Golkar itu mengakui, di balik upaya banyak pihak untuk mendorong terjadinya pemulihan hak pilih TNI, yang sejak era Orde baru tak diberikan, memang terselip maksud untuk memperebutkan 500.000-an suara baru. "Memang, diukur secara presentase pemilih di Indonesia, jumlah ini tak seberapa. Taruhlah ditambah dengan keluarganya, jaringannya dan macam-macam lainnya, ada 3.000.000 suara, bila hak pilih prajurit TNI dan anggota Polri dipulihkan. Tetapi, suara-suara ini jelas bernilai strategis dan menentukan," katanya. Terlepas dari urusan jumlah suara, Theo Sambuaga menegaskan kembali bahwa hak pilih prajurit TNI dan anggota Polri sudah waktunya dipulihkan, karena menyangkut kehormatan, tanggungjawab, serta hak azasi setiap warga negara yang dijamin undang-undang. Saat Orde Baru, menurut dia, bisa diketahui alasannya mengapa hak pilih mereka tak diberikan, yakni ada kekhawatiran TNI dan prajuritnya bisa digunakan atau diperalat, bahkan ditarik-tarik untuk kepentingan satu aliran tertentu. "Nah, sekarang hal itu harus dipulihkan. Itu juga sesuai amanat reformasi toh bahwa kebebasan setiap individu warga negara untuk menentukan hak politiknya dijamin oleh negara melalui undang-undang," katanya. Untuk kepentingan pemulihan hak pilih prajurit TNI dan anggota Polri, menurut Theo, tak perlu susah-susah dengan membuat undang-undang baru. "Cukup Undang-Undang Pemilu yang sudah ada dibahas lagi di DPR. Kalau tidak salah, hanya pada salah satu pasal saja urusan itu dituangkan," katanya. Jadi, cukup merevisi satu pasal, semuanya selesai, karena aturan mainnya sama sebagaimana layaknya setiap warga negara yang berdaulat atas hak-hak dan kewajibannya, termasuk menentukan hak-hak politik, demikian Theo Sambuaga. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2006