Solo (ANTARA News) - Bank Indonesia (BI) menyatakan akselerasi reformasi struktural merupakan kunci untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan berkelanjutan ke depan.

"Pertumbuhan ekonomi 2018, dengan reformasi struktural dapat mencapai 6,5 persen, sementara tanpa reformasi struktural, perekonomian maksimal hanya akan tumbuh 6,0 persen dengan risiko terjebak pada middle income trap yang semakin besar," kata Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Solikin M Juhro dalam sebuah diskusi di Solo, Jawa Tengah, Sabtu.

Ia menyebutkan, kendala keterbatasan kapasitas produksi nasional selama ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi memunculkan ketidakseimbangan makro ekonomi.

"Prospek ekonomi jangka menengah dalam tren membaik apabila masalah fundamental perekonomian dapat diatasi dengan reformasi struktural," katanya.

Menurut dia, tantangan atau masalah fundamental perekonomian itu antara lain kondisi struktur pembiayaan di Indonesia di mana pasar keuangan domestik masih dangkal sementara sumber dana jangka panjang juga terbatas.

Tantangan lain adalah kondisi struktur produksi domestik di mana perlu diupayakan peningkatan sisi penawaran dalam memenuhi permintaan yang makin kompleks. "Tantangan lain adalah faktor modal dasar pembangunan antara lain berupa pengembangan SDM," katanya.

Solikin menyebutkan, dengan memperhatikan tantangan tersebut maka reformasi struktural yang harus dilakukan meliputi pendalaman pasar keuangan agar terus berkembang, sehat dan efisien untuk mendukung peningkatan investasi dan pembiayaan perekonomian termasuk infrastruktur.

Selain itu peningkatan kapasitas, produktivitas dan daya saing perekonomian melalui strategi industri dan perdagangan yang didukung oleh penguatan teknologi, kelembagaan dan SDM.

Juga perlu diupayakan peningkatan kemandirian perekonomian nasional melalui percepatan pembangunan infrastruktur untuk konektivitas fisik dan digital yang didukung oleh penguatan ketahanan pangan dan energi.

"Reformasi juga menyangkut optimalisasi ruang fiskal untuk mendukung pembangunan infrastruktur dan stimulus perekonomian khsususnya belanja modal," kata Solikin.

Mengenai kondisi perekonomian selama 2014, Solikin mengatakan perekonomian nasional pada 2014 diperkirakan tetap stabil, didukung pertumbuhan yang lebih seimbang, inflasi yang terkendali serta defisit transaksi berjalan yang menurun ke arah yang lebih sehat.

"Sejumlah risiko baik global maupun domestik mengharuskan kebijakan stabilisasi dilanjutkan untuk mendukung pertumbuhan berkelanjutan," kata Solikin.

Sebelumnya Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi pada triwulan I tahun 2014 mencapai 5,21 persen atau lebih rendah dari proyeksi pemerintah sebesar 5,6 hingga 5,7 persen. Sementara APBN 2014 menetapkan target pertumbuhan ekonomi sebesar 6,0 persen.

(A039/Z002)

Pewarta: Agus Salim
Editor: Tasrief Tarmizi
COPYRIGHT © ANTARA 2014