Beijing (ANTARA News) - Tiongkok menjatuhkan hukuman mati kepada sembilan orang atas dakwaan terkait aksi terorisme di Xinjiang, wilayah barat yang terpecah berdasar etnis, kata media pemerintah Kamis, sebagai tindakan keras pihak berwenang menyusul terjadinya beberapa serangan mematikan.

Dalam beberapa sidang di Xinjiang, 81 tersangka dijatuhi hukuman atas berbagai dakwaan terkait terorisme, kata stasiun penyiaran CCTV.

Sepanjang tahun lalu, Xinjiang yang mayoritas penghuninya adalah etnis minoritas Muslim Uighur mengalami peningkatan bentrokan berdarah. Beijing menuding kelompok teroris yang ingin mendapatkan kemerdekaan wilayah tersebut sebagai pihak yang bertanggung jawab atas bentrokan-bentrokan itu.

Para kritikus mengatakan Beijing membesar-besarkan ancaman teror di Xinjiang untuk pembenaran tindakan keras yang diambil, dan menunjuk perbedaan ekonomi serta tekanan terhadap budaya dan agama Uighur sebagai penyebab kerusuhan.

Pada Kamis, 29 orang yang disebut sebagai "tersangka teroris" ditahan di ibukota Xinjiang, Urumqi, dengan tuduhan di antaranya adalah mencetuskan separatisme serta mengumpulkan massa untuk mengganggu ketertiban di tempat umum, demikian dilaporkan portal Xinjiang Net.

Ke-29 kasus itu diproses berdasar aturan baru yang meminta penuntut umum untuk menyelesaikan penyelidikan terkait aksi teror dalam waktu 24 jam, demikian menurut laporan tersebut.

Tiongkok bulan lalu bertekad untuk menggelar kampanye menentang terorisme selama setahun, setelah penyerangan di Urumqi yang menewaskan 39 orang di sebuah pasar.

Penyerang bersenjatakan pisau dan bahan peledak melancarkan serangan di sebuah stasiun kereta di kota tersebut pada April, menewaskan satu orang dan melukai 79 lainnya ketika Presiden Xi Jinping tengah mengunjungi wilayah itu.

Pihak berwenang di Xinjiang pekan lalu menghukum 55 orang atas dakwaan penyerangan, termasuk aksi teror dalam sebuah sidang massal yang digelar di stadion dan dihadiri sekitar 7 ribu orang. Ratusan orang lain dilaporkan telah ditahan dalam beberapa pekan terakhir.

Kelompok hak asasi manusia mengungkapkan keprihatinan mengenai apakah para tersangka teror di wilayah itu akan mendapat perlakuan adil, mengingat adanya praktik umum dalam sistem hukum Tiongkok untuk memaksa seseorang mengaku.

"Lemahnya keadilan dan prosedur hukum akan membuat lebih banyak orang kehilangan kebebasannya karena alasan politis," kata Dilshat Rexit, jurubicara Kongres Uyghur Dunia yang saat ini dalam pengasingan.

Informasi mengenai Xinjiang, kawasan luas yang kaya sumber daya alam berbatasan dengan Asia tengah, sulit untuk diverifikasi secara independen, karena wartawan lokal maupun asing menjadi sasaran pembatasan ketat, demikian AFP.

(S022/T008)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2014