Madrid (ANTARA News) - Vicente Del Bosque dibaptis di sebuah katedral yang memeteraikan baris-baris tulisan sakral bahwa kemenangan terjalin dan terajut dari kerja keras terus menerus dengan mengandalkan komitmen kepada pekerjaan, bukan semata mencari atau menggaruk keuntungan sebanyak-banyaknya bagi kantong pribadi.

Del Bosque dianugerahi naluri genial memilih pemain-pemain berkomitmen.

Pelatih gaek itu percaya penuh kepada kata mujarab bahwa peremajaan merupakan keniscayaan. Del Bosque berhadapan dengan kenyataan bahwa Spanyol kini sudah tidak lagi dapat mengandalkan balatentara lawas, seperti Carles Puyol, Xavi Hernandez, dan David Villa.

Sebagai gantinya, Del Bosque mengusung sederet punggawa muda seperti Alberto Moreno, Fransisco Roman Alarcon atau Isco, Mario Suarez dan Jorge Resurrecion Merodio atau Koke.

Del Bosque juga menerabas pakem bahwa skuat Matador biasanya diisi oleh dua raksasa La Liga: Barcelona dan Real Madrid. Ia melakukan pembaruan demi pembaruan karena ia paham benar akan perjalanan sejarah. Kemajuan tersusun dari rentetan peristiwa masa lalu demi meraih masa depan lebih gemilang.

Sejak bintang sepak bola Belanda Johan Cruyff mendarat di Camp Nou pada 1987, angin segar berhembus di atmosfer sepak bola Spanyol.

Duapuluh lima tahun kemudian, Cruyff dihormati sebagai ayah (mungkin juga kakek setelah era Pep Guardiola), karena mengusung sebuah filosofi sepak bola yang membawa Barcelona di tampuk popularitas yang mengundang decak kagum dunia.

Del Bosque dan Cruyff tampil sebagai dua sosok yang sama, artinya masing-masing memiliki kelebihan. Cruyff sosok yang genius karena ia mampu mewadahi dan menerapkan sejumlah kebijakanm sementara Del Bosque memiliki kebijaksanaan.

Jika Barca di bawah asuhan Guardiola tidak terlalu mengandalkan striker murni, dengan Lionel Messi berperan sebagai "false nine", alhasil Spanyol pun memenangi Piala Eropa 2008 dan Piala Dunia 2012, kemudian Piala Eropa 2012.

Spanyol tetap kepada komitmen memainkan skema 4-2-3-1, dengan "1" berperan sebagai siluman. Ini yang memungkinkan Spanyol mampu menancapkan dominasi.

Inilah mantra sepak bola Spanyol, dengan didukung sederet pemain multi talenta, sebut saja Xavi Hernandes dan Andres Iniesta.

Iniesta banyak disebut-sebut di Spanyol sebagai seorang pengumpan kelas wahid. Ia bahkan menyandang predikat sebagai "pahlawan" terutama di Catalonia, yang merupakan basis klub Barcelona dan Albacete, tempat pemain berusia 29 tahun itu lahir di desa kecil bernama Fuentaelbilia.

Semua faktor inilah yang membuat permainan Spanyol layaknya mesin yang dinamis berputar.

Penerjemah:
Editor: AA Ariwibowo
COPYRIGHT © ANTARA 2014