Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah menurunkan harga 157 item obat generik dengan tingkat penurunan antara 0,01 persen hingga 70,82 persen dari harga sebelumnya. Direktur Jendral Bina Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Richard Panjaitan di Jakarta, Kamis, mengatakan keputusan yang diambil berdasarkan hasil kajian Tim Evaluasi Harga Obat itu tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 720/Menkes/SK/IX/2006 yang mulai diberlakukan sejak 1 Oktober 2006. "Jadi dalam surat keputusan yang baru itu pemerintah menetapkan harga 458 item obat generik, harga 157 item diantaranya yang telah diturunkan harganya melalui SK Menteri Kesehatan Nomor 487 tahun 2006 kembali diturunkan," jelasnya. Ia menambahkan, melalui keputusan itu pemerintah juga merasionalkan harga 30 item obat generik dan memasukkan penetapan harga 85 item obat generik baru yang belum dimasukkan dalam SK Menteri Kesehatan Nomor 336 tahun 2006 maupun SK Menteri Kesehatan Nomor 487 tahun 2006 tentang obat generik. Lebih lanjut Richard menjelaskan kebijakan yang diambil untuk memperluas akses masyarakat terhadap obat itu juga mewajibkan pabrik obat dan pedagang besar farmasi (PBF) menggunakan Harga Netto Apotik (HNA) + Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang telah ditetapkan sebagai patokan harga eceran tertinggi (HET) ke apotik, rumah sakit dan sarana kesehatan lainnya. Jenis obat generik yang diturunkan harganya melalui keputusan tersebut antara lain Alpurinol tablet 100 mg (turun dari Rp13.43 menjadi Rp12.000), Amphisilin serbuk injeksi (turun dari Rp38.249 menjadi Rp28.874), Antasida DOEN tablet kunyah (turun dari 49.80 menjadi Rp30.532) dan Sianokobalamin injeksi 30 mcg (turun dari Rp42.360 menjadi Rp12.360). Dengan diberlakukannya keputusan baru tersebut maka transaksi obat generik harus dilakukan berdasarkan ketetapan harga obat baru yang telah dibuat pemerintah. "Namun dalam hal ini pelaksanaannya mungkin perlu pentahapan," kata Richard. Berkenaan dengan hal itu Kepala Badan pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Husniah Rubiana Thamrin Akib mengatakan pemerintah memberi toleransi hingga Desember 2006 kepada produsen sediaan farmasi tersebut untuk melaksanakan kebijakan baru pemerintah tersebut. Bila sampai batas toleransi tersebut ada perusahaan farmasi yang belum menurunkan harga obat generik yang diproduksinya sesuai ketetapan pemerintah maka, ia melanjutkan, pemerintah mengharuskan perusahaan farmasi yang bersangkutan untuk meraik produknya dari pasaran. Konsumen obat generik pun, menurut Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) Marius Widjajarta, bisa mengajukan tuntutan ke pengadilan dengan menggunakan undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen sebagai dasar hukum. "Konsumen bisa mengajukan tuntutan karena itu adalah hak mereka dan sudah diatur dalam undang-undang," demikian Marius.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006