Jakarta (ANTARA News) - Pengamat ekonomi Standard Chartered Bank, Fauzi Icshan, mengatakan pemerintah harus membuat kebijakan fiskal baru yang lebih baik untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional makin berkembang. "Membaiknya kebijakan moneter tanpa didukung dengan kebijakan fiskal dari pemerintah, akan membuat ekonomi hanya berjalan ditempat. Pertumbuhan ekonomi akan makin sulit untuk tumbuh lebih cepat," katanya di Jakarta, Jumat. Menurut dia, pertumbuhan ekonomi sulit tumbuh tanpa didukung oleh pemerintah, karena itu kunci keberhasilan tumbuhnya ekonomi nasional berada di tangan pemerintah. "Kami optimis pemerintah sedang memfokuskan hal itu lebih jauh, untuk mendorong ekonomi nasional berjalan lebih cepat, apalagi pemerintah akan membayar utangnya kepada Dana Moneter Internasional (IMF), sehingga pertumbuhan ekonomi akan diaturnya lebih baik tanpa campur tangan IMF," katanya. Kebijakan fiskal, kata Fauzi, merupakan kunci utama untuk memicu ekonomi nasional, misalnya kebijakan investasi yang lebih kondusif untuk menarik investor asing mau masuk ke pasar domestik melakukan investasi. Selain itu, faktor perpajakan, hukum yang jelas, dan mengenai buruh yang saat ini harus dapat diatasi oleh pemerintah, sehingga mereka tidak mudah melakukan demonstrasi menuntut sesuai dengan apa yang diinginkan, katanya. Menurut dia, kebijakan moneter saat ini dinilai cukup bagus. Kebijakan Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi 10,75 persen merupakan salah satu langkah positif bagi tumbuhnya fungsi intermediasi perbankan. BI telah menurunkan BI Rate sejak Mei lalu sebanyak 200 basis poin untuk mendorong perbankan segera menurunkan bunga deposito maupun kredit yang sampai saat ini dinilai masih tinggi (bunga kredit perbankan berkisar antara 16 sampai 17 persen), katanya. Fauzi Icshan mengatakan apabila BI terus konsisten menurunkan bunganya hingga mencapai 9,5 persen maka diharapkan bunga kredit bank akan segera turun hingga mendekati level 12 sampai 13 persen. Namun waktu yang tinggal tiga bulan lagi, kemungkinan sulit bagi perbankan untuk menurunkan bunga kredit hingga di level 12 hingga 13 persen. Tingkat bunga kredit sekitar itu merupakan bunga yang kompetitif yang dapat menarik investor asing untuk masuk ke pasar domestik menginvestasikan dananya yang pada gilirannya membuka lapangan kerja, sehingga masyarakat Indonesia mempunyai insentif baru. Apabila ini terjadi, maka daya beli masyarakat akan membaik yang akhirnya mendorong ekonomi nasional makin berkembang dan bergerak lebih cepat, katanya. Suku bunga kredit Direktur Retail Banking PT Bank Mega, Kostaman Thayib, mengemukakan suku bunga kredit yang diharapkan bisa berkisar di level 12 sampai 13 persen pada akhir tahun ini diperkirakan sulit, namun pada tahun depan diperkirakan akan bisa terjadi. Karena, dengan sisa waktu tiga bulan ini kemungkinan besar BI Rate hanya bisa berkisar di level 9,5 hingga 10 persen, apalagi inflasi Nopember diperkirakan akan kembali menguat yang menahan BI untuk menurunkan BI Rate pada kisaran yang sempit, katanya. Ia mengatakan, dari segi moneter, Indonesia mengalami kemajuan, namun dari segi fiskal masih jauh dari harapan, karena pemerintah harus segera membenahi kebijakan fiskal ini lebih cepat untuk memicu ekonomi nasional. Kebijakan fiskal ini sangat penting, karena tanpa upaya dari pemerintah maka ekonomi nasional akan sangat berat untuk tumbuh lebih cepat, katanya. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006