Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung masih memiliki harapan untuk mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan kasasi yang dikeluarkan Mahkamah Agung (MA) yang membebaskan Pollycarpus Budihari Priyanto dari dakwaan pembunuhan berencana terhadap Munir. "Kalau nanti ada PK, kita percayakan kepada majelis PK itu," kata Ketua MA Bagir Manan, di Gedung MA, Jakarta, Jumat. Bagir bahkan menambahkan, MA mungkin akan membentuk majelis hakim untuk menangani PK kasus Pollycarpus yang anggotanya terdiri atas lebih dari tiga hakim agung. "Supaya lebih meyakinkan hasilnya," ujar Bagir. Ketua Muda Bidang Perdata MA, Harifin A Tumpa, yang ditemui secara terpisah mengatakan, pada prinsipnya jaksa tidak dibolehkan mengajukan PK seperti yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), karena PK adalah hak terdakwa. Pasal 263 ayat 1 KUHAP mengatur hanya terpidana atau ahli waris terpidana yang bisa mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada MA terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Harifin mengatakan, tidak ada syarat-syarat tertentu dalam KUHAP yang membolehkan jaksa mengajukan PK. Namun, Harifin menjelaskan, pernah ada preseden MA mengabulkan permohonan PK yang diajukan oleh jaksa dalam kisruh buruh di Medan dengan terdakwa Ketua Serikat Buruh Seluruh Indonesia, Muchtar Pakpahan. "Kita lihat saja nanti, karena ada yang pernah diterima," katanya. Pada 1996, MA mengeluarkan putusan kontroversial, yang baru pertama kali terjadi di dunia hukum Indonesia, dengan mengabulkan permohonan PK dari jaksa penuntut umum. Dalam kasus kisruh buruh di Medan pada 1994, di pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding, Mochtar dihukum empat tahun penjara. Namun, di tingkat kasasi Mochtar dibebaskan. Bagir mengatakan memang terdapat perdebatan normatif dan perdebatan akademis dalam kasus Pollycarpus. Namun, Bagir tidak mau menjawab secara tegas ketika ditanyakan apakah PK yang diajukan oleh jaksa dalam kasus Pollycarpus dapat diterima oleh MA. Ia hanya mengatakan pernah membuat tulisan untuk memberi petunjuk pada semua hakim apabila suatu saat terjadi pertentangan antara hakim dan keadilan, agar hakim memilih keadilan.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2006