Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) Adi Sasono menganggap ada kekeliruan dalam kesimpulan rapat kerja Komisi VI DPR dengan Menteri Koperasi dan UKM pada Senin lalu (2/10) yang salah satunya adalah permintaan penghentian pencairan anggaran Dekopin. "Kesimpulan itu belum final karena belum ditandatangani menteri koperasi. Itu ada kekeliruan karena hanya dua orang saja yang meminta penundaan pencairan," kata Adi Sasono kepada ANTARA News di Jakarta, Minggu. Adi mengatakan hal itu menanggapi hasil raker Komisi VI DPR dengan Menteri Koperasi dan UKM Suryadharma Ali pada Senin lalu (2/10). Salah satu kesimpulan raker tersebut adalah permintaan dari DPR agar pemerintah menunda dulu pencairan lebih lanjut anggaran Dekopin hingga kemelut di tubuh Dekopin tuntas dan mempunyai kepastian hukum tetap. Menurut Adi, pihaknya selama ini sudah menjalin hubungan cukup baik dengan Komisi VI DPR seperti melakukan rapat dengar pendapat. Dalam rapat dengar pendapat itu, Komisi VI DPR bahkan mendukung penuh Dekopin pimpinannya untuk memperoleh pencairan anggaran. Namun ketika ditanya mengapa kemudian sikap Komisi VI DPR berubah, Adi yang terpilih menjadi Ketua Umum Dekopin pada 17 Desember 2005 mengatakan tidak tahu. "Saya tidak mau berspekulasi ada apa di balik itu," katanya. Adi sendiri menganggap bahwa Dekopin pimpinannya sudah tidak mempunyai masalah hukum apalagi dengan keluarnya keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menolak gugatan Sri Edi Swasono. Demikian juga dengan keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang dalam salah satu amar putusannya menyebutkan bahwa kepengurusan Dekopin 2005-2009 tidak mempunyai kepentingan hukum terhadap apapun hasil sidang PTUN. Sementara itu Wakil Sekjen Dekopin hasil rapat anggota Juli 2004, Nasir Manan pihaknya tidak mengerti dengan pernyataan pihak Kemenkop UKM yang menyatakan bahwa Sri Edi Swasono tidak berhak mewakili Dekopin. "Pihak Kemenkop UKM seharusnya perlu memahami Anggaran Rumah Tangga Dekopin dan aturan internal organisasi. Selain itu Kemenkop UKM tidak mempunyai kewenangan menilai internal organisasi Dekopin karena Dekopin bukan underbow Kemenkop," katanya. Dikatakannya, secara nyata Menteri Negara Koperasi dan UKM pada acara Forum Fasilitasi Musyawarah Nasional Perkuatan Dekopin Mei 2005 telah menunjuk Sri-Edi Swasono sebagai Pejabat Ketua Umum Dekopin untuk memimpin forum tersebut. Begitupun dalam undangan forum yang dibuat Kemenkop dan UKM jelas tertulis Sri-Edi Swasono Pimpinan Paripurna Dekopin. "Nah kok tiba-tiba belakangan ini tidak mengakui. Ada apa yang salah dalam hal ini," katanya mempertanyakan. Menurut dia, duduknya Sri-Edi sebagai Pengurus Dekopin sudah sesuai prosedur yang ditetapkan Anggaran Rumah Tangga dan aturan internal Dekopin. Karena itu, lanjutnya, tidak benar apabila dikatakan bahwa Pimpinan Dekopin sepenuhnya harus dari anggota. Pasal 13 ayat (9) Anggaran Rumah Tangga Dekopin dengan tegas menyatakan, bahwa keanggotaan Pimpinan Paripurna Dekopin harus mencerminkan unsur antara lain induk koperasi/koperasi sekunder tingkat nasional, Dekopin Wilayah, pemuda dan wanita, tokoh masyarakat/cendekiawan yang berminat besar pada koperasi dan bersedia mengabdikan diri di Dekopin. "Jadi yang duduk di kepemimpinan Dekopin diperbolehkan dari tokoh masyarakat/cendekiawan," katanya. Masuknya Sri-Edi sebagai anggota Pimpinan Paripurna, diputuskan dalam Rapat Pimpinan Paripurna Dekopin untuk mengisi satu kursi yang masih kosong sejak Rapat Anggota Dekopin tahun 2004. Selanjutnya, karena ada Pimpinan Harian Dekopin yang mundur, maka untuk mengisi jabatan Pimpinan Harian tersebut Rapat Pimpinan Paripurna Dekopin 1 April 2005 menunjuk Sri-Edi Swasono mengisi kekosongan tersebut melalui pergantian antar waktu. "Ini kelaziman yang berlaku di Dekopin sejak dahulu, bagi pimpinan yang menjabat di tengah jalan kepengurusan, akan mengucapkan sumpah pada Rapat Pimpinan Dekopin berikutnya," katanya.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2006