Jakarta (ANTARA News) - Hasil emeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat menunjukkan kenaikan utang luar negeri dari 2012 senilai Rp1.981 triliun menjadi senilai Rp2.375 triliun atau bertambah Rp393 triliun.

Kenaikan utang itu akibat selisih kurs senilai Rp163,24 triliun dan pemerintah harus membayar selisih kurs tanpa tambahan manfaat dari pembayaran itu.

Siaran pers Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Jumat, menyebutkan keperluan semua pihak yang terlibat dalam utang luar negeri, terutama BUMN melakukan transaksi lindung nilai (hedging), karena pemerintah tidak mau menanggung ketekoran akibat fluktuasi nilai tukar.

Menurut BPK, pemerintah sendiri berupaya mengatasi dampak dari fluktuasi nilai tukar, dengan melakukan transaksi lindung nilai (hedging) atas instrumen utang pemerintah, baik dalam bentuk pinjaman maupun surat berharga negara.

BPK memandang penerapan transaksi lindung nilai oleh BUMN sangat penting untuk segera dilaksanakan.

Argumennya, porsi BUMN dalam pembelian valas di pasar valas domestik sangat dominan, terutama oleh PT Pertamina dan PT PLN, yakni sekitar 30 persen dari total pembelian valas korporasi.

Selain itu penggunaan transaksi lindung nilai tersebut berdampak positif terhadap kestabilan nilai tukar rupiah juga bermanfaat dalam melindungi BUMN dari kemungkinan kerugian kurs yang lebih besar apabila terjadi gejolak nilai tukar.

Sebelumnya Menteri Keuangan, Chatib Basri, mengatakan, pemerintah akan membentuk tim untuk membahas kemungkinan penerapan hedging bagi BUMN yang ingin melakukan pinjaman luar negeri.

"Dibentuk tim untuk menindaklanjuti kalau BUMN atau apa, melakukan hedging, itu tidak dianggap kerugian negara," katanya di Jakarta, Kamis.

Basri menjelaskan, tim ini antara lain terdiri dari perwakilan pemerintah, Bank Indonesia maupun BPK, untuk menyamakan pandangan terkait penerapan lindung nilai sebagai upaya menekan nilai utang luar negeri.

Ia menjelaskan lindung nilai ini dibutuhkan untuk menjaga risiko dari kerugian yang dapat dialami karena fluktuasi nilai tukar, karena pelemahan rupiah saat ini menyebabkan adanya kenaikan utang luar negeri Indonesia.

"Ini inisiatif BPK untuk duduk bersama-sama, tapi ini harus ditindaklanjuti nanti dari segi regulasi, tidak boleh multitafsir, agar siapapun yang melakukan hedging tidak disalahkan," kata dia.

Pewarta: Budi Suyanto
Editor: Ade P Marboen
COPYRIGHT © ANTARA 2014