Jakarta (ANTARA News) - Gugatan Ny. Suciwati, istri aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir, terhadap manajemen dan para pejabat maskapai penerbangan Garuda, serta awak pesawat GA-974 bertujuan membongkar dugaan persengkongkolan (konspirasi) dalam kasus pembunuhan Munir. "Mekanisme gugatan ini sebagai cara untuk membongkar dugaan konspirasi dari pejabat senior Garuda yang belum tersentuh oleh pihak kepolisian," kata salah seorang kuasa hukum Suciwati, Choirul Anam, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin. Ia menjelaskan, adanya konspirasi dari pihak Garuda sangat jelas dalam rentetan peristiwa sebelum terbunuhnya Munir, seperti dipindahnya tempat duduk Munir dari kelas ekonomi ke kelas bisnis, yang dapat digolongkan sebagai kesengajaan. Selain itu, menurut Choirul, terdapat pula kelalaian dari Garuda yang mendekati kesengajaan, dengan memberikan makanan atau minuman yang mengandung racun arsenik yang menyebabkan Munir meninggal dunia. "Kepolisian sejak awal gagal membongkar konspirasi keterlibatan Garuda dalam pembunuhan Munir. Ini sudah terlihat dari ketidakseriusan saat mengadakan rekonstruksi di atas pesawat, karena kepolisian terus menggunakan dalih sulitnya tempat kejadian perkara yang berada di luar negeri," kata Choirul. Ia mengatakan, jika adanya konspirasi dari pihak Garuda terbukti dalam putusan gugatan perdata yang diajukan oleh Ny. Suciwati, maka ia akan menyerahkan putusan gugatan itu kepada pihak kejaksaan untuk dijadikan bukti baru (novum). "Kalau ini terbukti, akan menjadi fakta hukum atau bukti baru untuk menyeret para pelaku pembunuhan Munir dalam konteks pidana," ujarnya. Choirul menambahkan, putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan Pollycarpus bersalah menggunakan surat palsu, meski dinyatakan tidak terbukti membunuh Munir, semakin memperkuat gugatan Ny. Suciwati. "Putusan MA itu semakin memperkuat gugatan kita bahwa memang Garuda secara sengaja melakukan konspirasi untuk membunuh Munir, karena ada surat palsu yang digunakan oleh Pollycarpus untuk terbang ke Singapura yang dikeluarkan oleh para pejabat Garuda," katanya. Ny. Suciwati menggugat secara perdata ke pihak manajemen Garuda serta sebelas pejabat dan karyawannya, yaitu mantan Direktur Utama PT Garuda, Indra Setiawan, Direktorat Strategi dan Umum Ramelgia Anwar, Flight Support Officer Rohainil Aini, Pollycarpus Budihari Priyanto, serta enam awak pesawat GA-974 rute Jakarta-Singapura yang ditumpangi Munir pada 6 September 2004. Dalam gugatannya, Suciwati menyatakan, para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum, karena tidak menjaga keselamatan, keamanan, dan kenyamanan Munir selama penerbangan, yang seharusnya menjadi tanggung jawab penuh para terdakwa. Para tergugat diminta untuk membayar kerugian yang dialami oleh Ny. Suciwati senilai Rp14,329 miliar, yang terdiri atas kerugian immateriil senilai Rp9.000.700.400 yang diambil dari nomor penerbangan GA-974, kerugian materiil senilai Rp4,028 miliar, serta jasa pengacara senilai Rp1,3 miliar. Kerugian materiil yang dialami Ny. Suciwati dihitung berdasarkan kehilangan penghasilan Munir sejak September 2004 hingga usia 65 tahun senilai Rp3,389 miliar, biaya pendidikan dua anak Munir hingga jenjang Strata Satu (S-1) senilai Rp557 juta, biaya kesehatan dua anak Munir senilai Rp71 juta, biaya pendidikan ke Belanda yang sudah dikeluarkan Munir senilai Rp6 juta, serta biaya pemakaman senilai Rp3 juta. Penggugat juga meminta para tergugat dijatuhi penjatuhan sanksi administratif sesuai dengan tingkat kesalahan masing-masing. Dalam gugatannya, Ny. Suciwati juga meminta manajemen PT Garuda membuat monumen peringatan atas kematian Munir yang diletakkan di halaman kantor PT Garuda. PT Garuda juga diminta mengeluarkan peringatan kepada masyarakat tentang keselamatan penumpang dengan kalimat yang berbunyi "Pernah jatuh korban keracunan dalam pesawat ini", untuk dicetak dalam seluruh tiket dan seluruh benda yang terkait dengan penerbangan. Majelis Hakim yang diketuai Andriani Nurdin menunda persidangan hingga 11 November 2006, karena harus menunggu perbaikan gugatan serta pemanggilan satu tergugat baru yang baru dimasukkan oleh penggugat, yaitu pilot pesawat GA-974 rute Jakarta Singapura yang ditumpangi oleh Munir pada 6 September 2004, Sabur M. Taufik. (*) (Foto ilustrasi: Munir)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2006