Yala, Thailand (ANTARA News) - Warga Muslim di Thailand Selatan menyambut baik usaha-usaha pemerintah pasca kudeta untuk melakukan perundingan dengan gerilyawan, tetapi mengatakan perundingan hanya akan berhasil jika mereka yang ikut adalah benar-benar para pemimpin gerilyawan. Jenderal Sonthi Boonyaratglin, pemimpin kudeta dan juga warga Muslim pertama yang memimpin tentara Thailand, pekan lalu mengatakan ia mengharapkan perundingan perdamaian itu dapat memulihkan kehidupan normal di daerah yang berbatasan dengan Malaysia, suatu pernyataan yang menandakan perobahan kebijakan dari pemerintah sebelumnya. Tapi di Yala, salah satu dari tiga propinsi selatan tempat aksi kekerasan untuk memperjuangkan kemerdekaan dan aksi lainnya menewaskan lebih dari 1.500 orang sejak Januari 2004, penduduk kuatir tawaran itu jatuh kepada orang yang salah. Numu Makaje, 64 tahun, seorang pakar Islam yang dihormati dan pemimpin masyarakat di Yala, mengemukakan pihak berwenang seharusnya menetapkan prasyarat bagi perundingan, seperti gencatan senjata untuk menjamin para pemimpin gerilyawan mempunyai dukungan dari para gerilyawan "Menyelenggarakan perundingan adalah suatu yang baik dan hal itu mungkin dapat membawa pada satu penyelesaian tapi mereka harus menguji bahwa mereka adalah para pemimpin sejati dan berunding dengan orang yang tepat, jika tidak pemerintah akan sia-sia," katanya, seperti dikutip AFP. Ia juga mendesak pemerintah baru tidak mengabaikan penyebab penyebab lain terjadinya aksi kekerasan sekarang, seperti peredaran narkotika dan penyelundupnan lintas batas. Burhanuddin Useng, mantan anggota parlemen dari partai Thai Rak Thai yang dipimpin mantan PM Thaksin Shinawatra, mengatakan jika pihak berwenang tidak menemukan orang yang menguasai gerilyawan, proses itu hanya akan membuang waktu seja. Namun ia mengatakan ia mendukung setiap usaha bagi terwujudnya perdamaian di wilayah itu. "Saya tidak terlalu yakin perundingan itu akan bisa mengakhiri aksi kekerasan, tapi paling tidak itu adalah lebih baik ketimbang tidak melakukan apapun dan kita akan tahu siapa yang akan kita perangi," katanya. Burhanuddin mengatakan kelompok gerilyawan lebih positif terhadap Sonthi, sebagian karena banyak yang tidak senang pada Thaksin, yang tindakan kerasnya di selatan dituduh telah menyebabkan semakin memburuknya situasi di sini. Akan tapi, Sonthi, telah lama mendukung perundingan dengan pihak gerilyawan dan, kudeta militer 19 September yang menggulingkan Thaksin telah menimbulkan harapan aksi perlawanan dua tahun di propini-propisni Yala, Pattani dan Narathiwat dapat dihentikan. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006