Jakarta (ANTARA News) - Sebanyak 30 persen dari total omzet bisnis parsel senilai total Rp15 miliar hingga Rp20 miliar diperuntukkan bagi pejabat penyelenggara negara setiap tahunnya, kata Ketua Asosiasi Pengusaha Parsel Indonesia (APPI), Fahira Fahmi Idris. "Parsel itu tidak seluruhnya diberikan kepada pejabat, tetapi untuk para relasi, teman, kerabat. Hanya sekitar 30 persen yang untuk pejabat," ujarnya di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jalan Veteran, Jakarta, Senin. Fahira memimpin utusan APPI mendatangi KPK untuk meminta penjelasan mengenai larangan KPK, agar pejabat penyelenggara negara tidak menerima parsel. Ia mengemukakan, omzet bisnis parsel turun hingga 60 persen akibat larangan KPK itu. Bahkan, APPI mencatat, larangan KPK itu telah membuat 10.000 pebisnis parsel kehilangan mata pencaharian. Menurut Fahira, larangan KPK itu telah secara tegas dan langsung mendiskriminasi usaha parsel, yang termasuk salah satu usaha yang jelas halal dan legal. "KPK itu bukan seperti MUI yang bisa mengeluarkan fatwa, seperti melarang parsel. Kami ingin meminta penjelasan kepada KPK tentang hubungan antara parsel dan korupsi," kata Fahira. MUI yang dimaksudnya adalah Majelis Ulama Indonesia. APPI meminta, agar KPK membuat aturan secara lebih terinci, namun adil tentang pemberian hadiah kepada pejabat, sehingga tidak memberi efek buruk terhadap bisnis parsel. Mereka juga meminta, agar KPK melibatkan APPI untuk menggodok ulang pelarangan aturan pemberian hadiah kepada pejabat. Menanggapi keberatan APPI tersebut, Direktur Gratifikasi KPK, Lambok Hutauruk, mengatakan bahwa pihaknya tidak pernah melarang orang untuk membeli parsel. Ia mengatakan, KPK hanya mengeluarkan imbauan kepada Presiden dan seluruh pimpinan lembaga negara, agar melarang pejabat penyelenggara negara di instansi mereka masing-masing untuk tidak menerima parsel dalam bentuk apa pun dari bawahannya, rekan kerja, maupun pengusaha "Sebesar apa pun pemberian, apabila tidak berpengaruh dengan jabatan dan pekerjaannya tidak apa-apa. Tetapi, sekecil apa pun pemberian, apabila berpengaruh terhadap jabatan dan pekerjaannya, itu adalah suap," kata Hutauruk. Namun, ia menambahkan, tidak mungkin ada parsel yang datang kepada pejabat yang tidak berpengaruh terhadap jabatan atau pekerjaannya. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2006