Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Presiden untuk menentukan nilai batas parsel yang boleh diterima oleh pejabat penyelenggara negara, apabila pemberian parsel itu masih dapat ditolerir. Usai menghadiri acara buka puasa di Gedung Komisi Yudisial (KY), Jakarta, Senin, Ketua KPK Taufiequrrachman Ruki mengatakan Presiden adalah pihak yang paling tepat untuk menetapkan batas maksimal nilai parsel yang boleh diterima oleh pejabat pemerintah. "KPK tidak mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan berapa besar maksimal. Saya meminta kepada Presiden, lebih tepat Presiden yang menentukan," ujar Ruki. Ia menambahkan, dua pekan yang lalu KPK telah menyurati Presiden secara resmi yang menyebutkan bahwa jika Presiden masih dapat mentolerir pemberian parsel kepada para pejabat pemerintah, maka KPK berharap Presiden dapat menentukan batas maksimal yang boleh diterima. Namun, sampai saat ini, Ruki mengatakan, Presiden belum memberi tanggapan terhadap surat resmi KPK itu. "Bentuk penetapan itu nanti terserah Presiden. Tetapi saya berharap Presiden yang berikan aturan tentang itu, karena kami lihat ada hal-hal yang tidak beres dalam pemberian parsel," tuturnya. KPK telah tiga tahun mengeluarkan imbauan agar pejabat pemerintah tidak menerima parsel dari para bawahan, rekan kerja, maupun pengusaha. Imbauan yang dikeluarkan oleh KPK setiap tahunnya saat menjelang hari raya itu selalu mengundang protes dari para pebisnis parsel. Namun, Ruki menegaskan, KPK tidak melarang seseorang untuk membeli parsel. KPK justru mengimbau agar parsel itu diberikan kepada pihak yang lebih membutuhkan seperti para bawahan di kantor atau kepada kaum miskin yang membutuhkan. Pekan lalu, KPK mengumpulkan lebih dari 30 jajaran direksi BUMN untuk mensosialisasikan imbauan larangan pejabat pemerintah menerima parsel.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2006