Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perhubungan Hatta Rajasa menegaskan, pihaknya akan memberikan sanksi keras kepada para pilot pelanggar ketentuan cuaca minimal pada suatu bandara dengan pelarangan terbang untuk masa tertentu (grounded). "Bila mereka (pilot, red) tetap melanggar dan ini mengancam keselamatan penerbangan, dia layak digrounded (dilarang terbang, red) dan maskapainya ditegur keras," katanya kepada pers di Jakarta, Jumat. Penegasan tersebut terkait dengan maraknya pelanggaran ketentuan cuaca minimal yang sudah disampaikan petugas pengatur lalu lintas udara di bandara tertentu oleh pilot, khususnya saat bencana asap akhir-akhir ini di sejumlah kawasan di Sumatera dan Kalimantan. Sebelumnya, pada 11 Oktober 2006, penerbang Sriwijaya Air memaksakan diri mendaratkan pesawatnya di Bandara Sultan Thaha Jambi, padahal cuaca sangat minimal, khususnya jarak pandang yang terganggu karena asap. Manuver Sriwijaya Air tersebut sempat disiarkan sebuah stasiun televisi swasta layaknya sebuah film yang dramatis karena saat berupaya mendarat pertama, ketika hendak mencapai landasan, pesawat kemudian terbang kembali ke udara (gagal mendarat). Sang pilot kemudian mencoba untuk kedua kalinya dan berhasil mendaratkan pesawatnya dengan baik. Namun, sejumlah penumpang mengaku shock berat dengan peristiwa itu dan hal ini jelas-jelas mengancam keselamatan penumpang. "Saya sudah minta laporannya ke Dirjen Perhubungan Udara dan hal ini tak boleh terulang karena prosedur standarnya, harusnya pilot tersebut kembali ke bandara asal atau mendarat di bandara lain terdekat," kata Hatta. Menurut Hatta, pihaknya sudah menginstruksikan kepada Dirjen Perhubungan Udara untuk segera mengeluarkan regulasi penutupan bandara jika cuaca minimal, bukan lagi diserahkan kepada penerbang untuk mendarat atau tidak, khususnya untuk bandara yang tak dilengkapi lampu instrumen memadai. Awal Oktober lalu, pesawat Mandala Airlines mengalami kecelakaan di Bandara Tarakan yang diduga karena bencana asap dan sang pilot memaksakan diri untuk mendarat. Jarak pandang saat itu, berdasarkan data Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), hanya 700 meter (vertikal) dan 300 meter (horizontal). Padahal, Departemen Perhubungan menyebut, jarak pandang ideal di bandara itu adalah 800-1500 meter karena bandara tersebut belum dilengkapi instrumen lampu mendaratan yang memadai (ILS). Indonesia sendiri, hingga saat ini baru memiliki 18 dari 178 bandara yang ada dengan alat navigasi memadai, termasuk ILS.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2006