Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah dalam waktu dekat akan mengeluarkan Keputusan menyangkut batasan minimal perusahaan asuransi jiwa, umum dan reasuransi, guna meningkatkan kapasitas retensi dan kemampuan menanggung risiko. "Jumlah modal di dalam perusahaan asuransi itu perlu segera diatur dalam suatu keputusan, sebagai tindak lanjut dari Undang-undang No 2 Tahun 1992 tentang Perasuransian untuk meningkatkan kapasitas dan mengantisipasi arus globalisasi ekonomi," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, usai meresmikan hari asuransi Indonesia ( Insurance Day - Indonesia) di Jakarta, Rabu. "Saat ini SK itu sedang digodok dan dikonsultasikan dengan para pemilik perusahaan melalui asosiasi asuransi terkait, seperti AAJI, AAUI dan Asosiasi Broker dan Reasuransi Indonesia (ABAI). Mudah-mudahan sebelum akhir tahun ini drafnya sudah dapat ditandatangani," kata Srimulyani, yang didampingi Kepala Biro Asuransi Departemen Keuangan, Isa Rahmatawarta. Penentuan jumlah modal itu, kata Sri Mulyani penting, karena sejumlah perusahaan asuransi di luar negeri modalnya cukup besar, dimana tahun 2015 sesuai dengan kesepakatan perdangan di tingkat ASEAN akan dibuka secara total. Artinya, bagi perusahaan asuransi yang tidak mempunyai modal cukup, tidak dapat menanggung risiko besar. Jumlah modal yang kecil itu, katanya, juga merupakan salah satu hambatan mengapa tingkat partisiipasi masyarakat terhadap asuransi di Indonesia masih rendah, bahkan terendah di tingkat ASEAN. "Di negara-negara tetangga kita, rasio premi asuransi terhadap sumbangan Pendapatan Poduk Nasional Bruto/PDB hanya berkisar kurang dari lima persen, sedang negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Thailand sudah mencapai di atas 15 persen," kata Sri Mulyani, seraya menambahkan, dalam waktu yang tidak terlalu lama, perusahaan multi nasional ini akan segera masuk ke Indonesia. Masalah asuransi di Indonesia, selain minimnya kapasitas untuk menanggulangi risiko, juga terbentur dengan rendahnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang profesional. "Ke depan, masalah SDM merupakan hal yang penting untuk diusahakan, karena maju dan mundurnya sebuah perusahaan tergantung dari kemampuan para direksi untuk mengelolanya. "Kita akan menuju ke arah pengelolaan perusahan yang bersih dan bertanggungjawab. Pemerintah-pun juga harus dapat menunjukkan contoh pengelolaan yang baik dan buruk," katanya. Indonesia untuk kali pertama melakukan penetapan Hari Asuransi atau Insurance Day. Oleh Menteri Keuangan pada 18 Oktober 2006. Hari Asuransi Indonesia itu didukung oleh semua pelaku industri asuransi ini dicanangkan dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan peran asuransi sebagai mitra menuju kemakmuran, kata Ketua Panitiua Insurance Day, Nini Sumohandoyo. "Banyak masyarakat yang belum mengerti peran penting asuransi dalam hidup mereka. Kebutuhan asuransi akan makin meningkat dari sebelumnya karena banyaknya ketidakpastian yang disebabkan oleh globalisasi, bencana alam dan fluktuasi ekonomi risiko, kata Nini Hari asuransi sendiri merupakan kesepakatan dari 11 anggota East Asian Insurance Congress (EAIC) di Bandar Sri Begawan pada 30 Juli - 2 Agustus 2006. Dalam kongres itu, setiap anggota akan menyelenggarakan Hari Asuransi pada 18 Oktober sesuai dengan kesepakatan negara-negara anggota. Indonesia adalah negara yang kali pertama melakukan peringatan, katanya.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006