Jakarta (ANTARA News) - Faktor utama yang menjadikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono gagal menjabarkan visi dan misinya dalam dua tahun kepemimpinannya terletak pada aspek birokrasi yang masih didominasi birokrat "karatan" dan KKN, kata pengamat politik CSIS J Kristiadi. "Akibatnya, para menteri yang diangkatnya mesti melawan birokrasi yang buruk, suasana perpolitikkan di dalam departemen atau kementeriannya, serta tekanan orang-orang partai," katanya ketika berbicara dalam dialog interaktif mengenai "Evaluasi Kinerja Kabinet SBY-JK dan Reshuffle Kabinet", di Jakarta, Kamis. Tampil sebagai pembicara terakhir pada dialog yang digelar Lumbung Informasi Rakyat (Lira) itu, J Kristiadi berpendapat, Presiden Yudhoyono sesungguhnya bisa memainkan peran besar untuk menggerakkan engsel-engsel kehidupan birokrasi maupun pembangunan menyeluruh. "Presiden ini kan yang pertama dipilih langsung oleh rakyat. Sayangnya, setelah terpilih, dia langsung dikepung Parpol. Sulitnya lagi, tidak ada koalisi yang diset-up dari awal dan disiplin partai-partai sangat lemah. Jadilah pemerintahan berlangsung tidak efektif," lanjur J Kristiadi dalam diskusi yang dipandu M Qodari (Direkur Ekekutif Indo Barometer) itu. Kehadiran Susilo Bambang Yudhoyono bersama Jusuf Kalla di pentas kepemimpinan negara, menurut J Kristiadi, bertepatan pula dengan momentum datangnya beragam masalah kebangsaan yang begitu kompleks. Namun demikian, Kristiadi tetap konsisten menunjuk bahwa akar problematik terletak pada persoalan birokrasi. Karena itu, Kristiadi tidak begitu setuju dengan usulan reshuffle yang dianggapnya percuma saja. "Tanpa ada reformasi birokrasi, (semua upaya) tidak akan jalan efektif dan maksimal," katanya. Selain reformasi total birokrasi, J Kristiadi juga meminta Presiden dan Wakil Presiden serius terhadap upaya penegakkan hukum. "Ini juga harus sekaligus direformasi secara total," tandasnya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2006