Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung merilis data mantan komisaris Bank Harapan Sentosa (BHS) Eko Edi Putranto, terpidana 20 tahun penjara dalam kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) senilai Rp2,6 triliun. Dalam jumpa pers yang digelar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung RI, I Wayan Pasek Suartha di Jakarta, Senin, disebutkan bahwa koruptor buron Eko Edi Putranto dijatuhi pidana 20 tahun penjara, denda Rp30 juta dan kewajiban membayar uang pengganti Rp1,950 triliun. "Dia telah dinyatakan terbukti bersalah dan dijatuhi oleh PN Jakarta Pusat pada 22 Maret 2001," kata Kapuspenkum. Eko yang merupakan putra Komisaris BHS, Hendra Rahardja (terpidana yang juga buron ke Australia dan meninggal di sana) itu kabur pada saat kasusnya disidik sehingga persidangannya pun digelar tanpa dihadiri terdakwa (in absentia). "Terpidana ini tidak dapat dieksekusi sesuai putusan Pengadilan Tinggi DKI tahun 2002," kata Pasek. Sama seperti pada publikasi koruptor buron perdana yaitu Sudjiono Timan, Kejaksaan Agung juga memberikan rincian alamat beserta identitas Eko Edi Putranto untuk memudahkan masyarakat mengenali terpidana tersebut. Untuk Eko Edi Putranto, pria berusia 39 tahun itu digambarkan sebagai orang setinggi 170 cm dengan warna kulit putih, bentuk wajah oval, mata sipit dengan rambut hitam lurus. Alamat terakhir Eko, menurut Kapuspenkum, adalah Jalan Wijaya Chandra V No 21, Jakarta Selatan. Untuk kasus posisinya sendiri dirinci bahwa Eko memberikan persetujuan kredit kepada 28 lembaga pembiayaan yang ternyata fiktif. Kredit tersebut dilanjutkan oleh lembaga pembiayaan kepada perusahaan grup melalui penerbitan giro tanpa proses administrasi kredit yang tercatat. "Selanjutnya, beban pembayaran lembaga pembiayaan kepada BHS dihilangkan dan dialihkan kepada perusahaan grup," kata Kapuspenkum. Kapuspenkum kembali mengingatkan, perburuan koruptor melalui penayangan data dan identitas terpidana yang buron itu diharapkan melibatkan masyarakat umum. "Bila ada yang melihat koruptor buron itu, masyarakat dapat melapor ke Kejaksaan terdekat atau menelepon ke Kejaksaan Agung di nomor 021-723 6510," kata Kapuspenkum menambahkan.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2006