Kediri (ANTARA News) - Amir Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Abu Bakar Ba'asyir, menyerukan kepada pengikutnya untuk berjihad di Filipina Selatan atau Irak. "Kalau mau berjihad, jangan di sini (Indonesia), tetapi di Filipina Selatan sana atau di Baghdad sekalian," seru Ba'asyir dalam ceramahnya pada acara Tabligh Akbar di Masjid Al Ihlash, Ngadiluwih, Kediri, Jawa Timur, Minggu (5/11) malam. Seruan tersebut disampaikan pengasuh Ponpes Al Mukmin, Ngruki, Sukoharjo, Jateng, itu menanggapi langkah jihad yang dilakukan terpidana mati kasus Bom Bali I Amrozi cs. Menurut dia, tindakan jihad yang dilakukan Amrozi cs selama ini sebenarnya sudah benar, tapi sayangnya tidak tepat baik tempat dan waktunya. "Oleh sebab itu, kami minta pengikut MMI untuk tidak menirunya, karena justru merugikan. Mereka salah perhitungan. Kalau mau jihad di Filipina Selatan sana," ujar pria berjenggot lebat yang pada pertengahan Juli lalu dibebaskan dari LP Cipinang setelah dituduh mendalangi serangkaian aksi makar di Tanah Air. Ia menilai Amrozi cs adalah figur yang patut ditauladani dalam berjihad, karena tidak memiliki kepentingan politis dan tidak pula berorientasi kekuasaan. Sayangnya langkah yang dilakukan tidak diperhitungkan secara cermat. Menanggapi permintaan Amrozi, Ali Ghufron, dan Imam Samudra yang menginginkan hukuman mati dengan cara digantung, Ba`asyir menyatakan mendukung. Bahkan dia meminta pemerintah menghargai permintaan mereka, karena vonis berupa hukuman mati yang dijatuhkan pengadilan di Denpasar sudah mereka terima dengan tulus. "Dia sudah bersedia dihukum mati, sekarang pemerintah harus menghargai permintaan mereka," katanya saat ditemui setelah acara selesai. Menurut dia hukuman mati yang dijatuhkan pengadilan sama halnya dengan perbuatan dzalim terhadap Amrozi cs, meski mereka tidak keberatan dengan vonis itu. Lebih lanjut Ba`asyir menambahkan tragedi Bom Bali I pada 2001 lalu bukanlah semata-mata dilakukan Amrozi cs, justru sebaliknya Amerika Serikat dan Australia berada di balik peristiwa yang menewaskan sedikitnya 200 orang, sebanyak 88 di antaranya warga Australia. "Mana mungkin orang seperti Amrozi mampu menciptakan bom dengan daya ledak tinggi seperti di Bali. Peristiwa itu rekayasa Amerika dan Australia, sehingga mereka punya alasan bahwa Indonesia ini tidak aman," ujarnya. Oleh sebab itu, kata dia, yang patut diberi predikat sebagai teroris adalah Amerika Serikat dan Australia, bukan Amrozi cs. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006