Jakarta (ANTARA News) - Warga Islam dan Yahudi di Amerika Serikat menerapkan program dialog lintas iman "interfaith dialogue" guna membangun toleransi antaragama dan menghindari kesalahpahaman yang dapat muncul dalam perbedaan agama.

"Interfaith itu dapat membangun kesepakatan dalam membangun dunia yang baik karena selama ini banyak teman-teman muslim yang berpikir negatif setelah mendengar Yahudi," kata Direktur Komunitas Muslim Imam Shamsi Ali di Queens, New York saat dihubungi melalui telekonferensi dari Jakarta, Rabu.

Ia menjelaskan dialog lintas iman tersebut dapat menghapus tembok-tembok pemisah dalam beragama serta membina hubungan positif dari setiap warga dengan latar belakang yang berbeda.

Dialog tersebut mempertemukan komunitas Islam dan komunitas Yahudi yang dipimpin oleh salah satu tokoh Rabbi Yahudi di New York, Rabbi Marc Scheiner.

Keharmonisan antara Islam dan Yahudi di AS juga dapat dilihat pada pembangunan Pusat Komunitas Islam yang berjarak dua blok dari tempat WTC hancur.

Walikota New York saat itu yang juga keturunan Yahudi, Bloomberg, mengizinkan masjid tersebut dapat dibangun karena telah masuk dalam anggaran mereka meski warga New York menentang pembangunan itu.

Salah satu jurnalis Indonesia, Yeyen Rostyani, yang mengunjungi AS beberapa bulan setelah peristiwa 11 September, memandang bahwa muslim AS saat ini meyakini negara adidaya itu memiliki kepentingan sendiri terkait keputusan Presiden Barrack Obama yang meluncurkan gencatan senjata di Palestina.

"Mereka sudah paham karena AS ini adalah negara independen yang memiliki prioritasnya, mana yang penting untuk negara itulah yang harus dilaksanakan, apalagi mengingat komunitas Yahudi terbesar kedua ada di AS," kata Senior Editor Republika tersebut.

Meski tidak terlalu banyak perubahan yang signifikan terkait Kebijakan Timur Tengah antara Kepemimpinan Obama dan Bush, Amerika memberikan garansi segala aktivitas keagamaan pada warganya. (*)

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2014