Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggalang komitmen pimpinan instansi atau lembaga pemerintahan, untuk memantau pelaksanaan kewajiban Pelaporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara. "Komitmen ini dibangun, agar pelaksanaan pelaporan menjadi lebih baik. Kita dengan Menpan mengumpulkan semua eselon I dari setiap departemen," kata Wakil Pimpinan KPK, Sjahruddin Rasul, usai membuka Penggalangan Komitmen Pemantauan Wajib Lapor LHKPN di Jakarta, di Jakarta, Selasa. KPK menilai, tingkat kepatuhan penyelenggara negara dalam memenuhi kewajiban melaporkan harta kekayaannya masih rendah. Sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004, yang menyebutkan lingkungan eksekutif diinstruksikan untuk membantu KPK dalam pemenuhan kewajiban pelaporan harta kekayaan PN, maka KPK berhak menagih kepada setiap pimpinan instansi atau lembaga. Dari hasil pelaporan harta kekayaan penyelenggara negara kepada KPK ditingkat nasional hingga 6 November 2006, BUMN atau BUMD menempati posisi pertama dalam hal pelaporan kekayaan sebesar 69.95 persen dari 7.344 jumlah wajib lapor. Posisi kedua ditempati bidang legislatif sebesar 68.63 persen dari wajib lapor sebanyak 24.240 orang. Posisi ketiga ditempati bidang eksekutif sebesar 53.76 persen dari 65.975 orang. Justru tempat terakhir diduduki oleh bidang yudikatif sebesar 40.64 persen dari 21.159 orang. Menurut Wakil Pimpinan KPK, Sjahruddin Rasul, tingkat pelaporan di daerah justru lebih baik dibandingkan dengan pusat. "Daerah lebih sering dilakukan, di sana ada kelompok kerja LHKPN. Malah mereka lebih aktif," katanya. Dia mengatakan tindak lanjut apabila pelaporan tetap rendah maka akan dikenakan sanksi, bahkan sanksi terberat sesuai dengan PP Nomor 30 Tahun 1980 orang tersebut dapat diberhentikan. Saat ditanya wartawan tentang menteri yang belum melaporkan kekayaannya, dia mengatakan, semua menteri sudah melaporkan kekayaannya, tinggal pemutakhirannya saja. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2006