Jakarta (ANTARA News) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) membolehkan korban perkosaan melakukan aborsi (tindakan pengguguran janin) selama masa kehamilan belum mencapai 40 hari. Hal ini karena wanita korban perkosaan merupakan orang yang teraniaya dan kehamilannya bukan karena kehendak dalam melakukan hubungan intim, tetapi karena tindakan paksaan seseorang, demikian kata Ketua MUI, KH Ma`ruf Amin, di Jakarta, Kamis. "Namun aborsi diperbolehkan ketika umur kehamilan belum mencapai 40 hari," kata Ketua Komisi Fatwa MUI tersebut. Sebab, menurut dia, berdasarkan hadis pada hari keempat puluh usia kehamilan telah ditiupkan ruh. "Usia 40 hari kehamilan janin telah memiliki nyawa, karena telah ditiupkan ruh di dalamnya, sehingga untuk menghindari terjadinya 'penghilangan nyawa' terhadap janin tersebut akibat aborsi, maka harus dilakukan sebelum 40 hari usia kehamilan," katanya. Meskipun ada beberapa dalil tetang kapan ruh ditiupkan kepada janin seperti 120 hari ataupun 40 hari, namun menurut KH Amien pihaknya berusaha mengambil jalan yang paling aman yaitu 40 hari masa kehamilan. Fatwa pembolehan aborsi bagi tindak perkosaan sebelum empat puluh hari untuk menghindari terjadinya kontroversi tentang hak hidup janin. Sedangkan akibat perbuatan zina, menurut KH Amien Ma`ruf, aborsi tetap diharamkan. Selain itu, menurut KH MA`ruf Amien, tindakan aborsi juga diperbolehkan jika terjadi keadaan terpaksa, dimana membahayakan nyawa ibu yang mengandung bayi tersebut jika tidak dilakukan aborsi ataupun tetap dilahirkan. Menurut dia, kehamilan akibat perbuatan zina merupakan tindakan yang disengaja pasangan pelaku zina dan tidak ada paksaan keduanya dalam melakukan hubungan intim yang mengakibatkan tumbuhnya janin dalam rahim wanita. "Mereka sudah mau berhubungan (berzina) ya mereka harus bertanggung jawab terhadap hasil perzinaan tersebut," katanya. Sementara itu, dari hasil penelitian Atas Hendartini Habsjah dari Yayasan Kesehatan Perempuan pada tahun 2004 sekitar 2 juta perempuan Indonesia melakukan aborsi. Dr. Boyke mengatakan pengguguran kandungan (aborsi) di Indonesia tercatat sebanyak 2,3 juta kasus setiap tahun. Dari jumlah itu, sekira 15 persen sampai 30 persen dilakukan oleh remaja dan menjadi penyebab tingginya angka kematian ibu (AKI), demikian di kutip dari salah satu portal Internet. Sedangkan Indonesia memiliki No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan yang salah satunya mengatur tentang ketentuan aborsi. UU itu membolehkan aborsi selama ada indikasi medis, di antaranya jika kehamilan diteruskan bisa mencelakakan ibu atau khawatir bayi lahir dalam kondisi cacat. Selain itu, langkah tersebut bisa dilakukan jika mengganggu mental, karena korban inses (hubungan intim dengan saudara atau orang tua) atau perkosaan. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006