"Baik PUK SPSI maupun kelompok kerja karyawan tujuh suku saya minta untuk berpikir jernih tentang masalah ini. Alangkah lebih baik kita tidak terlalu banyak membuat halangan untuk perusahaan. Kalaupun ada masalah, kita bisa bicara secara baik untuk mencari jalan keluarnya," kata Kilangin, di Timika, Rabu.
Dia mengaku sangat prihatin dengan berbagai persoalan yang terjadi di internal PT Freeport yang mengakibatkan perusahaan tambang itu saat ini kembali terancam berhenti berproduksi.
Pasalnya, para pekerja PT Freeport Indonesia dan dua perusahaan privatisasinya, PT Kuala Pelabuhan Idonesia untuk urusan transportasi dan PT Puncak Jaya Power tentang urusan energi listrik, telah menyatakan menggelar mogok kerja selama sebulan penuh, 6 November-6 Desember 2014.
Menurut Kilangin, perjalanan operasi PT Freeport Indonesia selama 2014 penuh dengan berbagai hambatan. Sejak 14 Januari-Juli, perusahaan itu tidak bisa lagi mengekspor pasir tambang emas dan tembaga ke luar negeri karena larangan ekspor bahan baku tambang sebagai implementasi dari penerapan UU Nomor 4/2009 tentang Minerba.
Selama periode itu, PT Freeport Indonesia harus menurunkan jumlah produksinya hingga 40 persen untuk memenuhi kebutuhan pabrik smelter di Gresik, Jawa Timur.
Pewarta: Evarianus Supar
Editor: Ade P Marboen
COPYRIGHT © ANTARA 2014