Jakarta (ANTARA News) - Partai Golongan Karya (Golkar) mengagas perlunya rasionalisasi peserta pemilihan umum (pemilu), namun bukan dengan pelarangan, tetapi dengan membiarkan rakyat yang menentukan partai politik (parpol) mana saja yang pantas mengikutinya. "Kita gagas berdasarkan arus dari bawah, yakni biarkan rakyat yang memilih mana parpol yang pantas ikut. Caranya, berapa perolehan suara minimum yang harus dicapai parpol," kata Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar, Andi Mattallata, kepada wartawan di Jakarta, Senin. Menurut Andi, dalam ketentuan UU yang lama termaktub batas minimum perolehan suara parpol yang boleh ikut pemilu (electoral threshold) adalah tiga persen. Saat ini, ia mengemukakan, Partai Golkar mengagas untuk menaikkannya menjadi lima persen, dan jika perlu menjadi tujuh persen, sehingga dalam waktu 10 tahun lagi bisa mencapai angka 10 atau 20 persen. Dengan demikian, ia mengemukakan, secara demokratis akan terjadi rasionalisasi parpol. Selain dengan menaikkan electoral threshold, ia mengemukakan, juga perlu dilakukan perbaikan persyaratan pembentukan parpol. Jika persyaratan pembentukan parpol selama ini hanya berada di setengah (50%) dari jumlah provinsi dan berada di dua per tiga (sekira 66%) dari jumlah kabupaten, ia menyatakan, maka di masa mendatang harus dinaikkan menjadi dua per tiga dari jumlah provinsi dan satu per empat (25%) kabupaten. "Jadi akan ada seleksi di hulu dan di hilir oleh pilihan rakyat," kata Andi. Menurut dia, jumlah peserta pemilu perlu dirasionalisasi atau disederhanakan. Hal ini penting, karena jumlah parpol yang banyak justru akan membingungkan rakyat. Selain itu, dinilainya, jumlah parpol yang banyak akan sulit mencapai hasil pemilu yang berkualitas. "Karena banyak parpol, rakyat susah membedakan visi politik antara parpol satu dengan yang lainnya, sehingga pertimbangan masyarakat dalam memilih hanya karena emosional, karena tetangganya bukan karena visi politiknya," ujarnya. Dalam pandangan Andi, makin sedikitnya parpol akan terlihat jelas visi politiknya, dan dengan demikian rakyat juga akan jelas dalam menentukan pilihannya. Masalah ini, menurut dia, akan diputuskan pula dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) II Partai Golkar yang tengah berlangsung di Jakarta. Mengenai sistim Pemilu 2009, Andi menjelaskan, Partai Golkar mengagas adanya sistem terbuka-terbatas. Berkaca dari sistem Pemilu 2004 yang menggunakan sistem campuran secara terbuka dan distrik, menurut dia, ternyata hanya ada dua orang yang benar-benar bisa mencapai Bilangan Pembagi Pemilih (BPP). "Dengan sistem terbuka-terbatas ini, maka yang kita ubah adalah jika mencapai minimal 25 persen BPP, maka dia prioritas untuk terpilih," kata Andi. Mengenai masalah sisa suara, Andi menambahkan, hal itu juga akan menjadi pembahasan di Rapimnas Golkar saat ini. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2006