Jakarta (ANTARA News) - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia kecewa langkah Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga (BI Rate) tidak diikuti dengan penurunan suku bunga kredit pinjaman oleh perbankan sehingga penurunan BI Rate belum dirasakan dampaknya bagi sektor riil. "Informasi yang saya dapat dari kalangan perbankan proses penurunan suku bunga kredit makan waktu 8-12 bulan kemudian," kata Ketua Umum Kadin Indonesia, MS Hidayat kepada pers di Jakarta, Senin, menanggapi langkah BI pekan lalu yang kembali menurunkan BI Rate 50 basis poin menjadi 10,25 persen. Menurut Hidayat, suku bunga kredit saat ini rata-rata masih di atas 15 persen. Bagi pengusaha, tingkat bunga kredit itu masih terlalu tinggi dan tidak mendukung peningkatan efisiensi perusahaan. Oleh karena itu, sebagai Ketua Umum Kadin, Hidayat mengaku telah mengajukan protes kepada Gubernur BI, Burhanudin Abdullah. Intinya menanyakan kenapa penurunan BI Rate tidak otomatis diikuti penurunan bunga pinjaman, katanya. Ia menduga, kondisi tersebut menunjukkan tingkat efisiensi perbankan nasional masih rendah. Karena dengan penurunan BI Rate maka selisih bunga simpanan dan pinjaman (spread) kian bertambah. "Dengan spread di atas 5-6 persen maka perbankan bisa meraih laba lebih besar," katanya. Namun Hidayat juga tidak menutup kemungkinan bahwa belum turunnya bunga kredit terkait dengan keengganan perbankan menyalurkan kredit karena khawatir kreditnya macet. "Tetapi yang jelas jika kondisi seperti ini berlarut-larut maka target untuk menggerakkan sektor riil pada tahun depan bisa tidak sesuai dengan yang diharapkan semula," kata Hidayat. Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 7 Nopember lalu, memutuskan untuk menurunkan suku bunga BI (BI Rate) sekitar 50 basis poin (bps) dari 10,75 persen menjadi 10,25 persen. Penurunan suku bunga BI itu merupakan yang keenam kali dari posisi 12,50 persen.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006