Jakarta (ANTARA News) - Komisi III DPR telah merekomendasikan dalam rapat pimpinan untuk merumuskan kembali kasus Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II (TSS) yang terjadi pada Mei 1998, November 1998, dan November 1999. "Dalam rapat, DPR akan membuka interpelasi kasus TSS termasuk kasus Munir yang telah `mentok` (berhenti, tidak ada hasilnya, red)," kata anggota Komisi III DPR Nursyahbani Katjasungkana seusai diskusi dan bedah buku Rekam Jejak Proses "security sector reform", di Jakarta, Senin. Menurut dia, upaya interpelasi itu ditempuh, karena sangat susah lembaga politik untuk merekomendasikan secara yuridis dan realitas politik, seperti di DPR yang mengontrol Golkar. Penyelesaian tragedi Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II melalui pengadilan HAM Ad Hoc seperti dituntut keluarga korban dan mahasiswa, menurut dia, tidak akan dapat menjamin. "Penyelesaian melalui pengadilan Ad Hoc awalnya diharapkan dapat memberi penghargaan lebih tinggi dari pengadilan biasa, namun banyak juga yang justru pelakunya dibebaskan," katanya. Begitu juga dengan Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), yang sejak awal pihak keluarga juga menilai UU KKR tersebut, dikhawatirkan menjadi alat untuk memaafkan pelaku, tanpa mengedepankan kebenaran dan keadilan yang harus diterima para korban. "Karena itu, untuk penyelesaian kasus ini Jaksa Agung yang harus lebih proaktif, selain polisi," kata Nur. Peristiwa Semanggi I bermula dari ketidakpercayaan mahasiswa terhadap pelaksanaan Sidang Istimewa MPR November 1998 yang salah satu agendanya adalah percepatan pemilu menjadi tahun 1999. Di luar Sidang Istimewa MPR, puluhan ribu mahasiswa berunjuk rasa dengan sasaran ingin menuju Gedung MPR/DPR. Sebanyak 17 korban tewas pada peristiwa itu, di antaranya 7 mahasiswa ditembak peluru tajam.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2006