Jakarta (ANTARA News) Bank Indonesia (BI) harus mewaspadai gejolak pasar atas kedatangan Presiden Amerika Serikat (AS), George Walker Bush, ke Indonesia terhadap pergerakan rupiah, karena sebagian besar masyarakat menolak kehadirannya. "Kedatangan Presiden AS ke Indonesia dikhawatirkan akan menimbulkan gejolak besar yang menimbulkan sentimen negatif terhadap rupiah, karena itu BI harus mewaspadai lebih awal," kata Pengamat Pasar Uang, Farial Anwar, di Jakarta. Menurut dia, BI kemungkinan besar sudah menyiapkan diri untuk menghadapi gejolak besar, apabila terjadi akibat kedatangan Presiden AS itu ke Indonesia. BI biasa baru mengambil langkah, apabila sudah terjadi gejolak yang akhirnya menekan rupiah. BI saat ini diperhitungkan memiliki cadangan devisa sebesarnya 43 miliar dolar AS, sehingga cukup untuk mengatasi gejolak apabila hal itu terjadi, katanya. Presiden Bush menurut rencana datang ke Bogor pada 20 Nopember 2006 dengan tingkat keamanan yang tinggi, namun berbagai aksi unjuk rasa menentang kedatangannya kian marak dilakukan masyarakat. Farial Anwar mengatakan, apabila kedatangan Presiden AS disambut dengan aksi demontrasi yang besar dan disambut dengan sikap aparat yang arogan, maka dikhawatirkan akan timbul gejolak besar yang memberikan sentimen negatif terhadap rupiah. Akibatnya, ia menilai, mata uang lokal itu akan terpuruk hingga mendekati level Rp9.300 per dolar AS, namun apabila tidak terjadi, maka rupiah masih tetap pada kisaran antara Rp9.100 hingga Rp9.200 per dolar AS. Rupiah, menurut dia, sebenarnya sudah cukup stabil pada kisaran antara Rp9.100 sampai Rp9.150 per dolar AS, namun adanya pernyataan BI mengenai bunga kredit harus turun mengakibatkan investor asing melepas obligasinya. Penjualan obligasi itu mengakibatkan rupiah terpuruk cukup tajam, sehingga mendekati level Rp9.200 per dolar AS, namun gejolak itu kemudian mereda setelah adanya laporan bank central Cina telah melakukan diversifikasi mata uang dengan membeli yen sebesar 1 triliun dolar AS. Selain itu, ia mengemukakan, akibat yen menguat tajam terhadap dolar AS membawa imbas ke mata uang Asia, terutama rupiah yang kembali menguat hingga kembali mendekati level Rp9.150 per dolar AS. Mata uang lokal ini, menurut dia, sejak awal pekan terus melemah hingga hari Rabu mencapai Rp9.150/9.175 per dolar AS, namun hari berikut naik tipis menjadi Rp9.170/9.173 per dolar AS (hari Jumat pagi) dan penutupan pasar akhir pekan ini mencapai Rp9.168/9.170 per dolar AS Hal ini menunjukkan rupiah masih dalam kisaran sempit antara Rp9.150 hingga Rp9.200 per dolar AS atau cukup stabil terhadap dolar AS, katanya. Ia mengemukakan, stabilnya rupiah juga terlihat dari aktifnya investor asing yang masih terus aktif bermain di pasar modal Indonesia yang menunjukkan ekonomi Indonesia masih solid dengan pasar yang sangat potensial. Apalagi, sebagian besar emiten menunjukkan kinerja keuangan yang cukup baik, setelah sahamnya yang diperjualbelikan menunjukkan peningkatan yang cukup tajam. "Kita menunggu perkembangan pasar lebih lanjut pada awal pekan depan, apakah akan memberikan warna baru atas kedatangan Presiden AS George W Bush terhadap pergerakan rupiah yang saat ini cenderung stabil," demikian Farial Anwar. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2006