Amsterdam (ANTARA News) - Intelijen militer Belanda pada akhir 2003 melakukan penyiksaan terhadap warga Irak yang ditahan, dengan cara interogasi seperti merampas waktu tidur, menggunakan lampu menyilaukan dan suara-suara nyaring. Harian Volkskrant Jumat melaporkan, kepala Departemen Informasi Kementerian Pertahanan telah mengkonfirmasi adanya ketidakberesan itu. "Terjadi sesuatu yang tidak sesuai perintah," kata Direktur Informasi Kementerian Pertahanan, Joop Veen, kepada harian tersebut, yang dilansir oleh DPA. Radio nasional mengemukakan menteri pertahanan Henk Kamp telah diberitahu mengenai hal tersebut namun belum mempublikasikan reaksi. Para anggota parlemen dari oposisi menunjukkan kemarahan karena insiden tersebut diselesaikan secara internal dan bukan di pengadilan terbuka. Volkskrant melaporkan lusinan warga Irak yang ditahan diperlakukan tidak pantas oleh anggota Intelijen Militer dan Keamanan (MIVD). Laporan tersebut menyebutkan, kepala staf pertahanan saat itu, Laksamana Luuk Kroon, pada November 2003 telah diberitahu tentang ketegangan menyangkut masalah perlakuan terhadap para tahanan oleh pasukan Belanda yang bermarkas di provinsi Muthanna, Selatan Irak. Kroon memutuskan menolak saran untuk tidak melibatkan kantor kejaksaan Belanda. Menurut Volkskrant, semua informasi dari para tahanan diteruskan ke militer Inggris yang secara keseluruhan memegang kendali di Irak selatan. Pasukan Belanda hadir dua tahun di Irak dan berakhir pada Mei tahun lalu ketika 1.500 tentara mereka ditarik. Laporan tersebut muncul di tengah kontroversi yang kian memuncak atas kehadiran militer Belanda di Irak selatan. Pemberitaan pers merujuk kepada perbedaan pendapat yang tajam antara Inggris dan Kanada mengenai keseimbangan antara aspek militer dan aspek rekonstruksi atas operasi yang dipimpin NATO.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006