Jakarta (ANTARA News) - Menneg BUMN Sugiharto menyatakan, masalah PT Bank Mandiri Tbk dengan PT Putra Timor Nasional (TPN) dalam kasus penahanan dana TPN sebesar Rp1,02 triliun diselesaikan melalui proses hukum. "Tentunya sebagai perusahaan publik, saya akan menunggu laporan dari Bank Mandiri," kata Meneg BUMN Sugiharto, di sela acara Indonesian Quality Award di Jakarta, Rabu. Menurut Sugiharto, dirinya sebagai Menteri Negara tidak ada sangkut pautnya dengan kasus itu, namun karena Mandiri adalah Bank BUMN maka seharusnya melihat dulu seperti apa masalah yang dihadapi antara ke dua perusahaan. Sebelumnya, pada Selasa (21/11) pengadilan Jakarta Selatan mengabulkan gugatan perdata PT TPN terhadap Mandiri. Pengadilan memerintahkan Mandiri mencairkan dana Rp1,02 triliun, karena yang berhak atas dana rekening giro dan deposito di bank itu adalah TPN. Kasus ini bermula pada 1997, dimana pemerintah menunjuk TPN milik Hutomo Mandala Putra, putra bungsu mantan Presiden Soeharto sebagai pemasok mobil produksi Kia Motor dari Korea Selatan. Pasokan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah menjalankan program mobil nasional. Setelah Soeharto lengser, TPN dituduh menunggak pajak bea masuk impor mobil, sehingga Ditjen Pajak ketika itu menyita aset TPN dan memblokir dana yang tersimpan pada Juli 2001 dan Desember 2003, di sejumlah bank yang kemudian menjadi Bank Mandiri. TPN mengajukan gugatan kepada Ditjen Pajak, dan hingga 2004 putusan kasasi Mahkamah Agung menyatakan TPN menang dan membatalkan penyitaan asset. Namun Mandiri menolak, karena ada permintaan dari Menteri Keuangan ketika itu dengan alasan dana itu merupakan jaminan utang TPN. Menurut Sugiharto, ini merupakan proses pengadilan, namun sejauh ini masalah tersebut tidak mengganngu arus kas perusahaan. "Karena ini dana pihak ke tiga, tentang siapa yang berhak atas dana itu, proses hukumlah yang akan menentukan," katanya. Ia mengutarakan, dana itu tentunya tidak masuk dalam rugi laba perseroan, dan tidak juga masuk pada cash flow. "Karena bagaimanapun, Mandiri mamiliki aset lebih dari Rp200 triliun, sehingga jumlah yang dipermasalahkan itu tidak signifikan terhadap kelangsungan usaha perusahaan," ujar Sugiharto.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2006