Kupang, (ANTARA News) - Atmosfir di atas Laut Timor sudah mulai tercemar akibat bocornya gas metana serta penggalian sumur-sumur minyak dan gas bumi di wilayah perairan tersebut yang mengakibatkan pemanasan di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT). "Ini adalah hasil penelitian dari para pakar geologi Australia yang diterima jaringan Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) di Darwin, Australia Utara," kata Direktur YPTB, Ferdi Tanoni di Kupang, Rabu (22/11) mengutip laporan tersebut. Sementara itu, Kepala Badan Meteorologi Stasin El Tari Kupang, Albertus Kusbagio yang dihubungi secara terpisah mengatakan, suhu udara di atas wilayah NTT, khususnya di Kota Kupang dan sekitarnya saat ini berkisar antara 34-35 derajat celcius. "Tetapi dalam beberapa hari ini, suhu udara bisa mencapai 37 derajat celcius akibat pemanasan global," kata Kusbagio menjelaskan. Tanoni mengatakan, berdasarkan laporan tersebut, pengeboran sumur-sumur minyak dan gas bumi di Laut Timor kian merajalela serta bocornya gas metana yang mengakibatkan atmosfir tercemar sehingga menimbulkan suhu udara panas saat ini. "Jika Badan Meteorologi melaporkan bahwa suhu udara dalam beberapa hari bisa mencapai 37 derajat celcius, sangat masuk akal karena atmosfir sudah terkontaminasi dengan bocornya gas metana tersebut," ujarnya. Ia mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir ini setelah perusahaan-perusahaan minyak dari Amerika Serikat dan Australia beroperasi di Laut Timor, suhu udara di Kota Kupang dan sekitarnya terasa sangat menyengat agar bocornya gas metana di Laut Timor. "Kita selalu saja mendapat limbah dari Australia, sementara pemerintahan kita, khususnya Departemen Luar Negeri Indonesia kurang melakukan gebrakan-gebrakan dalam upaya merundingkan kembali perjanjian kerja sama di Laut Timor," kata Tanoni. Menurut dia, Jakarta perlu mengambil inisiatif dalam upaya perundingan kembali perjanjian kerjasama tersebut, karena apapun alasannya setelah lepasnya Timor Timur dari NKRI, semua perjanjian kerjasama antara Indonesia-Australia harus dibatalkan demi hukum. "Dengan lepasnya Timtim dari NKRI melalui referendum pada 30 Agustus 1999, semua perjanjian di Laut Timor harus dirundingkan secara trilateral dengan negara baru itu dengan tetap mengacu pada Konvensi Hukum Laut Internasional, UNCLOS 1982," katanya.(*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006