Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia dan Jepang menandatangani prinsip Perjanjian Kemitraan Ekonomi (Economic Partnership Agreement/EPA) yang menguntungkan kedua negara pada Jumat (24/11) di Tokyo. Mendag Mari Elka Pangestu dalam siaran persnya di Jakarta, Minggu, mengatakan Ketua Tim Negosiator Indonesia, Soemadi Brotodiningrat, dan Wakil Menteri Luar Negeri Jepang, Mitoji Yabunaka, telah menandatangani dokumen Catatan Diskusi ("Record of Discussion") setebal 1.000 halaman. "Itu baru mencakup persetujuan prinsip bagian-bagian utama dari 13 kelompok negosiasi di EPA. Kedua negara sepakat bekerja secara intensif menyelesaikan kesepakatan akhir sesegera mungkin, terutama finalisasi dari segi hukum dan penjabaran dari program kerjasama," ujar Mari. Menurut rencana, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Jepang Shintaro Abe akan mengumumkan hal itu secara resmi dalam pertemuan mereka di Tokyo, Selasa (28/11). Lebih jauh ia mengatakan berdasarkan butir-butir kesepakatan prinsip yang sudah ditandatangani, EPA akan memberi keuntungan besar bagi Indonesia di bidang perdagangan, jasa, dan investasi, serta pengiriman tenaga kerja trampil dan kerjasama teknis, serta dan peningkatan kapasitas Indonesia untuk bersaing. Dari sisi perdagangan, lanjutnya, sekitar 90 persen dari impor produk manufaktur dan pertanian Indonesia yang masuk ke Jepang akan mengalami penurunan tarif bea masuk (BM) atau dihapus dan sisanya turun bertahap dalam kurun waktu 3-10 tahun, sedangkan untuk beberapa produk pertanian 15 tahun. Daftar yang dikecualikan sekitar satu persen dari nilai impor Jepang dari Indonesia. Sedangkan penurunan BM produk Jepang ke Indonesia hanya 30 persen yang langsung turun atau dihapus, sisanya akan dilakukan secara bertahap selama 3-15 tahun. Sedangkan produk-produk yang sensitive dan strategis, dikecualikan sama sekali dari perjanjian. "Jadi tidak perlu ada kekhawatiran bahwa EPA hanya akan menguntungkan Jepang," kata Mari. Ia mengatakan selama ini Jepang merupakan salah satu tujuan ekspor utama Indonesia yang memberi kontribusi sekitar 20 persen dari total ekspor nasional. Selain itu Jepang juga merupakan investor dan pendonor bantuan luar negeri terbesar bagi Indonesia. Berdasarkan data BKPM, persetujuan investasi Jepang dari 1967-2005 mencapai 39 miliar dolar AS atau 13 persen dari total kumulatif persetujuan investasi 1967-2005. Tingkatkan daya saing Mari mengatakan EPA akan meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar Jepang, terutama dengan China, khususnya untuk tekstil dan produk tekstil (TPT), di mana Indonesia kalah bersaing dengan negara itu, meskipun sama-sama mendapat fasilitas GSP. Dari total impor TPT Jepang sebesar 22 miliar dolar AS, pangsa pasar Indonesia hanya 2,5 persen. Sedangkan Cina mencapai 60 persen. "Dengan adanya EPA, harga TPT Indonesia akan lebih bersaing karena BM ke pasar Jepang akan turun dari rata-rata saat ini sekitar 6,7 persen menjadi 0 persen. Bagi TPT, fasilitas dari EPA akan lebih efektif. Begitu juga dengan produk lainnya seperti produk kayu," katanya. Mari juga menilai daya saing juga semakin sejajar dengan negara lainnya yang sudah lebih dulu memiliki perjanjian sejenis dengan Jepang yaitu Malaysia, Filipina, Singapura, termasuk Thailand yang baru saja selesai melakukan negosiasinya. Sedangkan Vietnam baru memulai negosiasi dengan Jepang tahun depan. Ia juga mengemukakan dalam EPA, Jepang juga sepakat lebih membuka akses pasar bagi produk agrobisnis seperti buah-buahan seperti nanas dan pisang. Selain itu juga produk makanan dan minimum seperti teh dan kopi, serta olahan perkayuan. Bagian utama dari keuntungan yang akan diperoleh Indonesia adalah bagian kerjasama, katanya, karena akan ada berbagai program untuk membantu daya saing Indonesia secara umum, seperti pembentukan "Manufacturing Industry Development Center" dan "center of excellence" untuk industri pangan olahan yang dianggap dapat meningkatkan penelitian dan pengembangan, alih teknologi atau pengembangan kapasitas teknologi untuk berbagai process, pelatihan SDM, peningkatan mutu dan standar, dan promosi dagang. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006