Jakarta (ANTARA News) - Ekor pesawat AirAsia QZ8501 berhasil ditemukan oleh tim pencari pimpinan Basarnas pada Sabtu siang tadi dan telah diangkat dari dasar laut Selat Karimata guna dibawa ke daratan.

Penemuan salah satu bagian pesawat ini mendapat perhatian luas, baik dari media nasional maupun internasional, serta para pakar keselamatan terbang dan dirgantara yang terus mengikuti pesawat Airbus A320 karam di Selat Karimata itu.

Ketua Subkomite Penelitian Kecelakaan Penerbangan Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Masruri menyatakan jika ekor pesawat sudah diangkat maka semestinya kotak hitam juga bisa dengan mudah terlihat karena memiliki warna mencolok, jingga.

"Apabila black box masih melekat pada ekor atau tempat semula, seharusnya penyelam sudah melihat karena warnanya mencolok," kata Masruri kepada Kompas TV.

Jika kemudian KNKT mendapati kotak hitam pesawat Airbus A320 itu ada bersama ekor pesawat yang saat ini tengah dibawa kapal laut ke daratan, maka kemungkinan apa yang terjadi pada QZ8501 dapat segera diketahui.

Kotak hitam terbagi dalam dua bagian yakni perekam data penerbangan atau Flight Data Recorder (FDR) dan perekam suara di kokpit atau Cockpit Voice Recorder (CVR).

"Kalau FDR dan CVR kondisinya bagus sekali maka sesampainya (perangkat) di KNKT tinggal dibersihkan dan diperiksa apakah berfungsi dengan baik atau tidak, kemudian dikeringkan untuk segera diunduh datanya, kira-kira paling lama tiga jam untuk masing-masing perangkat," kata Masruri.

Optimisme kotak hitam QZ8501 ditemukan semakin besar karena kotak hitam biasanya diletakkan dekat ekor pesawat.

Mengutip situs trivia quora.com, hampir semua pesawat berbadan sedang dan besar senantiasa meletakkan kotak hitam di bagian ekor.

Para pakar meyakini bahwa dari pengalaman, bagian ekor pesawat atau kompartemen THS adalah bagian yang paling sedikit mengalami kerusakan jika pesawat jatuh atau hancur.  Oleh karena itu, kotak hitam selalu diletakkan di bagian ekor.

Namun tidak semua pesawat meletakkan kotak hitam di bagian ekor, karena pada sejumlah pesawat, kotak hitam justru di bagian lain seperti pesawat angkut militer C17 Globemaster III yang kotak hitamnya berada di bagian kokpit, tulis quaro.com.

Kotak hitam adalah sangat vital dalam menjalin fragmen-fragmen faktor penyebab pesawat jatuh atau mengalami kecelakaan, seperti misalnya pada kecelakaan pesawat jatuh yang menewaskan 14 orang dan seorang menteri dalam negeri Meksiko pada 4 November 2008.

National Geographic menuliskan, kedua bagian kotak hitam --perekam data penerbangan (FDR) dan perekam suara di kokpit (CVR)-- masing-masing memiliki perangkat yang dinamai Underwater Locator Beacon (ULB) atau  pengesan isyarat bawah laut.

ULB aktif begitu FDR dan CVR kontak dengan air, dan kemudian otomatis mengirimkan sinyal dari laut dengan paling dalam 14.000 kaki.

Kotak hitam ditemukan oleh ilmuwan muda Australia, Dr. David Warren. Ketika si ilmuwan bekerja pada Laboratorium Riset Aeronotika di Melbourne pada pertengahan 1950-an dia terlibat dalam penyelidikan seputar misteri jatuhnya pesawat jet komersial pertama di dunia, Comet.

Menyadari akan lebih berguna bagi penyelidik kecelakaan pesawat jika ada sistem yang merekam apa yang telah terjadi pada pesawat sebelum jatuh, Warren lalu menciptakan perekam data penerbangan.

Unit pertama yang diproduksi adalah pada 1957, namun baru pada 1960, setelah jatuhnya sebuah pesawat di Queensland, kotak hitam dipakai untuk pesawat komersial dan Australia menjadi negara pertama yang menggunakan kotak hitam pada semua pesawat komersialnya, demikian National Geographic.



Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © ANTARA 2015