Doha (ANTARA News) - Siaran televisi swasta nasional Indosiar dan TPI menjadi media dambaan masyarakat Indonesia di Qatar dan pada jam-jam tertentu akan disaksikan sesuai dengan keinginan mereka, umumnya yang selalu disaksikan adalah acara warta berita dan infotaintmen. "Melalui parabola, kita bisa melihat siaran Indosiar dan TPI di sini, tetapi belakangan ini TPI mulai susah ditangkap. Kalau televisi swasta lainnya tidak pernah kita saksikan di sini, mungkin ditutup di Jakarta. Saya suka melihat infotaintmen, kalau berita yang banyak kasus pembunuhannya saya jadi ngeri," kata Dahnawati Indayani, ibu beranak empat asal Bone Sompe, Poso, Sulawesi Tengah. Bagaimana dengan media cetak? "Di sini beredar juga majalah Kartini, harganya 35 riyal Qatar sedangkan Nova 11 riyal (satu riyal Qatar sekitar 3.000 rupiah). Mahal memang, tetapi tetap saja laku," kata ibu tersebut, dengan menambahkan masyarakat Indonesia di Qatar amat mendambakan mengikuti terus berita-berita dari Indonesia. Kendati informasi apa pun dapat disaksikan melalui internet, tapi media manual (cetak) tetap dibutuhkan, sehingga ada saja orang yang berinisiatif mendagangkan media Ibukota tertentu ke Qatar. Suami si ibu, Alex Syah, putera Padang kelahiran Bandung 13 September 1965 yang bekerja di Qatar Petroleum (QP) menimpali, -- entah serius atau bercanda, -- "Saya ingin jadi agen media nasional di sini. Pasti laku, apalagi dicetak jarak jauh seperti yang dilakukan beberapa negara di sini." Bahkan menurut Ibu Dahnawati, tahu Sumedang pun sudah diproduksi seseorang di Doha dan warga Indonesia yang membeli cukup pesan lewat telepon dan si penjual yang harus belajar nyetir agar dapat mengantar dagangannya dengan cepat, akan mengantar ke tempat pembeli. Siapa pengusaha media massa yang tertarik dengan cetak jarak jauh? Bayangkan, di Qatar ada lebih dari 4.000 warga Indonesia yang bekerja di berbagai tempat. Kalau makanan tahu saja begitu laku, apa ada pula yang ingin jual tahu gejrot, tempe atau makanan khas lainnya? (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006