Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah menginginkan penyelesaian masalah utang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) oleh obligor dikembalikan ke skema Akta Pengakuan Utang (APU) awal. "Tentu kalau kita mau memaksimalkan penerimaan, kita ingin ke APU awal plus denda, karena memang itu yang kita anggap layak," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani di Jakarta, Rabu. Menkeu mengakui memang ada pemikiran dari sisi legal agar para obligor itu dinyatakan dalam posisi default (gagal bayar) dan itu artinya harus kembali ke APU awal sehingga jumlah yang harus dibayar akan cukup besar. Namun di sisi lain, para obligor merasa memiliki bukti, prosedur, korespondensi terutama dengan BPPN lama dan Tim Pemberesan bahwa mereka tidak dalam posisi default. Mereka menganggap perjanjian yang terakhir masih berjalan meskipun mereka melakukan pembayaran dengan cicilan dengan jumlah yang sangat kecil. Menurut Menkeu, kalau itu dianggap masih berjalan berarti belum saatnya memberi denda kepada mereka. "Dengan adanya perbedaan itu, maka pemerintah menanyakan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk memberikan pandangan mengenai masalah itu," katanya. BPK memberikan pandangan bahwa posisi masing-masing ada pembenarnya. Sementara dari sisi politik, pemerintah meminta pendapat dari DPR. "Berbagai pandangan itu kita minta karena kita sudah masuk dalam rezim UU tentang Perbendaharaan Negara dan Pengelolaan Keuangan Negara yang baru," katanya. Menurut Menkeu, sesuai dengan UU yang baru itu maka lebih tepat jika pemerintah berkonsultasi dengan DPR mengenai masalah itu. "Ini tentu masih dalam kerangka penyelesaian di luar pengadilan, bukan penyelesaian lewat pengadilan. Semuanya mengarah kepada intepretasi yang ada," katanya. Untuk keperluan itu, kata Menkeu, pihaknya sudah minta waktu kepada Komisi XI DPR untuk membahas bersama pemerintah. "Kami sudah minta waktu kepada Komisi XI DPR, kami juga sudah menyampaikan bahan-bahan," kata Menkeu.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2006