Jakarta (ANTARA News) - Gubernur Bank Indonesia, Burhanuddin Abdullah dan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Taufiequrachman Ruki, tandatangani kesepakatan pemberantasan korupsi, Jumat. Lingkup nota kesepahaman antara Bank Indonesia (BI) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencakup pengkajian data nasabah terpadu (DNT), pertukaran informasi dan bantuan konsultasi, bantuan personil, pelatihan dan sosialisasi serta penunjukkan pejabat penghubung. "Dengan adanya nota kesepahaman ini diharapkan efektifitas pelaksanaan pemberantasan korupsi akan semakin meningkat karena cakupan upaya untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi akan semakin luas dan dalam, tanpa harus menimbulkan ekses dan implikasi yang tidak diinginkan?, kata Burhanuddin dalam sambutannya. Burhanudin mengatakan, permasalahan yang terjadi dalam industri perbankan tidak selamanya merupakan tindak pidana korupsi. Untuk itulah, katanya, melalui nota kesepahaman ini diharapkan koordinasi dan kerjasama yang terjalin dapat meningkatkan efektifitas pemberantasan korupsi yang saat ini tengah dilakukan." Dalam mendukung pelaksanaan pemberantasan tindak pidana korupsi, BI telah menerapkan beberapa kebijakan strategis yang antara lain mengeluarkan peraturan tentang prinsip "Know Your Customer" (mengetahui nasabah) dan "Good Corporate Governance" (tata kelola perusahaan yang baik) di sektor perbankan, manajemen risiko dalam pengelolaan bank. Selain itu melakukan "fit dan proper test" (uji kepatutan dan kelayakan) terhadap calon dan atau pemilik/pengurus/pejabat bank serta pembentukan Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Kejaksaan Agung RI, Kapolri dan Gubernur Bank Indonesia dalam rangka kerjasama penanganan tindak pidana di bidang perbankan. Sementara itu Dirut BNI Sigit Pramono yang juga ketua Persatuan Perbankan Nasional (Perbanas) mengatakan, secara psikologis upaya pemberantasan korupsi mungkin bisa membuat pertumbuhan ekonomi bisa saja terhambat. "Tapi saya pikir persoalan tidak tumbuhnya ekonomi kita seperti yang diharapkan bukan karena gerakannya KPK untuk memberantas korupsi, ini proses... jujur saja yang harus diluruskan misalnya ada kekhawatiran bankir-bankir pemerintah karena masalah hukum dan penegakkan hukum ini itu sampai sekarang pun masih ada," katanya. Tapi, katanya, itu bukan satu penyebab. "Dan kita tidak bisa mengatakan bank tidak memberikan kredit hanya karena ada upaya pemberantasan korupsi saya kira tidak seperti itu, faktornya tadi dikatakan lebih banyak dari sisi sektor riil," katanya. Sekali lagi ia mengatakan, secara psikologi memang ada kekhawatiran seperti itu (takut dikatakan korupsi), namun hal itu pelan-pelan diperbaiki. Ia mengatakan, Presiden, Wapres dan Ketua KPK sudah menyatakan bahwa pemberantasan korupsi tidak bertujuan menghambat pertumbuhan ekonomi. Namun, katanya, pemberantasan korupsi menjadi terapi kejut sehingga orang kaget. "Karena kaget ya berhenti dulu, itu kan biasa, tapi saya pikir tidak tumbuhnya ekonomi seperti yang diharapkan bukan semata-mata ada gerakan pemberantasan korupsi, sisi lainnya di sektor riilnya," katanya. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006