Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan, dalam upaya memberdayakan aparatur pengawasan diperlukan penataan ulang pada sistem, mekanisme, dan prosedur kerja seluruh aparat pengawasan internal pemerintah. "Penataan ini penting agar fungsi pengawasan dapat memberi nilai tambah guna meningkatkan kinerja dan kualitas penyelenggaraan pemerintahan," katanya saat membuka Rapat Kerja Nasional Pengawasan Intern Pemerintah, di Istana Negara, Jakarta, Senin. Menurut Presiden, penataan itu tentu saja mengharuskan aparat pengawasan lebih banyak melakukan koordinasi dan sinergi satu sama lain. "Lakukanlah fungsi dan kompetensi pengawasan dengan baik, bukan dengan membagi-bagi obyek pemeriksaan," ujarnya. Dengan cara itu, aparatur pemeriksaan dapat menghindari munculnya isu tumpang-tindih pemeriksaan secara lebih elegan, sehingga aparatur pengawasan dapat melaksanakan pekerjaan secara lebih terarah dengan metode kerja yang efektif dan efisien. Untuk membangun sinergi yang baik, lanjut presiden, pengawasan harus dilakukan dengan standar kompetensi, standar operasi, dan standar pelaporan yang baku. Untuk itu Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) harus aktif mengembangkan metode kerja dan meningkatkan kapasitas pengawasannya. "Bersama BPKP, saya minta setiap Inspektorat Jenderal departemen, inspektorat utama, inspektorat kementerian, lembaga, inspektorat badan pengawas propinsi dan kabupaten/kota, dapat meningkatkan kompetensinya di bidang akunting dan forensik auditing. Kompetensi di kedua bidang ini sangat penting untuk menganalisis kasus penyimpangan secara lebih tajam," katanya. Presiden juga meminta BPKP harus memastikan berjalannya sistem pengawasan dan kepatuhan atas standar yang ditetapkan. Sementara, sinergi dapat juga dikembangkan dengan menggabungkan kompetensi yang dimiliki oleh aparat pengawasan internal yang ada sehingga dapat membangun tata pemerintahan yang baik menuju pemerintahan bersih yang dicita-citakan. Dijelaskan presiden, kondisi laporan keuangan pemerintah saat ini masih banyak kekurangan seperti laporan keuangan pemerintah yang diberikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberi kesan seolah-olah pemerintah belum dapat mengelola keuangan negara secara transparan dan akuntabel. "Indeks persepsi korupsi tahun 2006 masih cukup tinggi, meski dalam dua tahun ini telah terjadi perbaikan, menandakan bahwa korupsi masih menjadi momok di negara kita," katanya. Penyerapan anggaran negara yang masih relatif rendah, menurutnya, terutama pada awal program tahunan, menunjukkan masih adanya resiko kegagalan pengelolaan fiskal sebagai pendorong ekonomi nasional. Sedangkan, otonomi daerah yang sudah dilaksanakan sejak 1999, masih menunjukkan kasus manajemen pemerintahan daerah yang belum berjalan secara efektif. "Kita juga sadar masih perlu meningkatkan pelayanan publik di daerah. Begitu juga pengelolaan BUMN dan BUMD, belum dapat memposisikan badan usaha itu pada tingkat produktivitas dan efisiensi yang memiliki daya saing dan berkompetisi di pasar global," demikian Presiden Yudhoyono. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2006