Toronto (ANTARA News) - Pemanasan global dapat membuat Kutub Utara tanpa es selama musim panas sekitar 2040, demikian hasil studi oleh satu tim ilmuwan AS dan Kanada. Penelitian tersebut, yang disiarkan dalam jurnal "Geophysical Research Letters", Selasa, menemukan bahwa luas laut es setiap bulan September dapat berkurang sangat cepat, sehingga dalam waktu sekitar 20 tahun, laut es tersebut mungkin mulai berkurang empat kali lebih cepat dibandingkan kapan pun dalam sejarah pengamatan. "Kita sudah menyaksikan kehilangan besar laut es, tapi penelitian kami memperlihatkan penurunan selama beberapa dasawarsa mendatang dapat jauh lebih dramatis dibandingkan yang telah terjadi sejauh ini," kata pemimpin tim peneliti itu Marika Holland dari Badan Nasional AS Urusan Penelitian Atmosfir (NCAR). "Perubahan ini sungguh sangat cepat," kata Holland dalam siaran pers Senin, seperti dilaporkan Reuters. Studi tersebut menunjukkan bahwa jika gas rumah kaca terus bertumpuk seperti jumlahnya saat ini, masa depan lapisan es di Kutub Utara akan berlangsung relatif stabil, lalu diikuti oleh kemerosotan mendadak karena Samudra Kutub Utara menghangat. Dalam satu contoh simulasi, es bulan September menyusut dari seluas 6 juta kilometer persegi jadi 2 juta kilometer persegi dalam waktu 10 tahun. Sampai 2040, hanya sedikit laut es abadi dapat bertahan di sepanjang pantai utara Greenland dan Kanada, sementara sebagian besar lembah Kutub Utara akan terbebas dari es pada September. Es musim dingin juga tipis dari setebal 3,7 meter jadi kurang dari 1 meter. "Saat es berkurang, alat angkutan samudra bertambah banyak melintasi Kutub Utara dan perairan terbuka menyerap lebih banyak sinar matahari, semakin menambah tingkat pemanasan dan mengakibatkan hilangnya lebih banyak es," kata Holland. Studi tersebut dilancarkan secara bersama oleh NCAR, University of Washintong dan McGill University, Montreal. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006