Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk mengkaji pelaksanaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang sudah empat kali diamandemen selama lima tahun ini. "Mari kita telaah. Kita lihat secara jernih implementasinya di lapangan. Apakah ada dampaknya," kata Presiden Yudhoyono di Istana Negara, Jakarta, Rabu, ketika menerima 89 siswa peserta Kursus Reguler Angkatan (KRA) ke-39 Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas). Presiden menyampaikan ajakannya itu ketika menanggapi hasil seminar para siswa Lemhannas tersebut, yang antara lain menyebutkan telah terjadi disharmoni di antara lembaga-lembaga negara, seperti MPR, DPR, DPD, Mahkamah Konstitusi (MK) serta Komisi Yudisial. "Itulah yang terbaik," kata Yudhoyono, dalam acara yang dihadiri pula oleh Menko Polhukam, Widodo AS, Menko Kesra, Aburizal Bakrie, Menhan, Juwono Sudarsono, Panglima TNI, Marsekal Djoko Suyanto, serta Gubernur Lemhannas, Prof. Muladi. Kepala Negara mengatakan, yang diperlukan saat ini adalah harmonisasi pelaksanaan fungsi dan wewenang di antara lembaga-lembaga negara tersebut. Selain diperlukan harmonisasi di antara lembaga-lembaga negara, menurut Presiden, maka harmonisasi itu juga harus dilakukan di dalam lembaga eksekutif, legislatif, serta lembaga-lembaga di dalam yudikatif itu sendiri. Sekalipun mengakui bahwa reformasi itu memang diperlukan oleh bangsa Indonesia, namun Presiden Yudhoyono kepada masyarakat diingatkan bahwa reformasi memerlukan waktu yang tidak sedikit. "Reformasi tidak akan pernah selesai dalam waktu tiga tahun, lima tahun, bahkan sepuluh tahun,seperti pengalaman di Russia, serta RRC," kata Presiden. Selain itu, Kepala Negara menyatakan, "Stabilitas tidak identik dengan Orde Baru dan stabilitas tidak identik dengan lawan demokrasi." Yudhoyono juga mengingatkan para perwira TNI dan Polri, anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), partai politik (parpol), serta pengusaha, yang ikut dalam KRA Lemhannas, bahwa stabilitas diperlukan di negara manapun juga. Presiden memberi contoh, jika ada pengusaha yang akan menanamkan modalnya di Indonesia, maka mereka ingin mengetahui lebih dulu apakah resiko terhadap investasi mereka itu termasuk tinggi atau rendah. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2006