Jakarta (ANTARA News) - Majelis Hakim yang memeriksa perkara pelanggaran kesusilaan oleh Erwin Arnada, Pemred Majalah Playboy Indonesia, mengancam menunda sidang setelah pengunjung yang sebagian besar anggota Front Pembela Islam berteriak-teriak di ruang sidang. Di tengah pemeriksaan saksi Baharuzaman yang dipimpin Hakim Efran Basuning di ruang sidang utama PN Jakarta Selatan, Kamis siang, sekitar 50-an pengunjung sidang meneriakkan "Allahu Akbar", "Playboy perusak moral", "Ada siksa kubur", hingga "Hakim Porno". Ketika itu, Majelis Hakim sedang menggali mengenai dasar saksi Bahar melaporkan Pemred Majalan Playboy yang menurut saksi meresahkan masyarakat. Berikutnya satu persatu pengunjung yang beratribut FPI berteriak "Saya juga resah, Pak Hakim," dan mulai meneriakkan berbagai yel-yel anti pornografi. Menanggapi teriakan bersahut-sahutan itu, Hakim Efran menenangkan pengunjung dengan memukul-mukul palu sidang dan mengancam menunda sidang, namun teriakan-teriakan sempat berlanjut selama beberapa saat hingga para Koordinator Lapangan (Korlap) memberi isyarat agar para anggota FPI berteriak-teriak lagi. Setelah pengunjung sidang diam, Hakim Efran meminta agar tiga hakim yang bertugas diberi kesempatan untuk memeriksa perkara atas Erwin Arnada tersebut. "Hakim dalam posisi netral dan berupaya menggali fakta dan data. Hakim menjatuhkan hukuman atau membebaskan orang, ada argumennya," kata Efran. Menurut Hakim Efran, Majelis Hakim harus diberi kesempatan dan dukungan agar dapat menghasilkan produk peradilan yang baik. Erwin Arnada (42) diancam pidana penjara selama dua tahun delapan bulan karena dugaan pelanggaran norma kesopanan. Dalam surat dakwaan setebal 15 halaman yang merinci perbuatan Erwin yang dituduh menyiarkan gambar-gambar yang melanggar unsur kesopanan dan dapat dilihat oleh orang banyak dan kejahatan tersebut, dijadikan suatu pekerjaan. Perbuatan itu, menurut Jaksa, dilakukan bersama-sama jajaran direksi PT Velvet Silver Media (Pemilik lisensi Playboy Indonesia), yaitu Ponti Carolus Pondian dan Okke Gania (masing-masing terdakwa dalam berkas terpisah). Disebutkan pada Februari 2006, terdakwa memimpin rapat redaksi dan menentukan model-model yang akan ditampilkan pada majalah edisi April (Andhara Early dan Kartika Oktaviani) dan edisi Juni (Xochitl Pricilla dan Joanna Alexandra). Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 282 ayat (3) jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 65 ayat (1) KUHPidana dan dakwaan subsider pasal 282 ayat (1) jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 65 ayat (1) KUHPidana. Hingga saat ini, persidangan masih mendengarkan kesaksian Bahar dari FPI yang merupakan saksi pelapor ke Polda Metro Jaya. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006