Jakarta (ANTARA News) - Selama 10 tahun terakhir jumlah barang elektronik, seperti televisi, lemari pendingin, dan komputer di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup drastis. Peningkatan ini, menurut Agus Pramono, staf khusus Menteri Lingkungan Hidup bidang Permasalahan Lingkungan Global dan Kemitraan KLH, mengakibatkan limbah elektronik yang juga terus meningkat. Beberapa komponen peralatan listrik dan elektronik bekas maupun limbahnya ("e-waste") membutuhkan pengelolaan yang memenuhi syarat, karena mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3). Circiut board, misalnya, mengandung logam berat seperti antimon, chromium, zinc, timbal, perak, dan tembaga. Sedangkan CRT (Chatoda Ray Tube) mengandung oksida timbal. Jika peralatan elektronik yang bekas atau telah menjadi limbah akan didaur-ulang, maka diperlukan tata cara daur-ulang yang ramah lingkungan. Bila akan dibuang ke lingkungan, harus dilakukan sesuai ketentuan berlaku agar pencemaran lingkungan serta gangguan kesehatan dapat terhindari. Limbah elektronik hingga saat ini, menurut KLH, belum diatur secara spesifik dan rinci. Yang diharapkan oleh pihak KLH bukanlah pencapaian "zero e-waste", namun agar limbah elektronik terkelola lebih baik. Sementara itu Departemen Perdagangan lewat Kep.Menperindag No.229/MPP/Kep/7/97 tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor menyebut secara tegas bahwa barang-barang yang boleh diimpor hanya barang baru. Departemen Perdagangan melarang impor barang-barang elektronik bekas, antara lain televisi, kulkas, komputer, setrikaan, dan mesin cuci. Akhir-akhir ini perdagangan dan impor ilegal peralatan elektronik bekas dan limbah elektronik memperburuk situasi. Pembuangan limbah elektronik dari negara maju ke negara berkembang, termasuk Indonesia, dengan alasan bantuan kemanusiaan untuk korban bencana alam atau pendidikan padahal usia pakai dari barang elektronik (seperti komputer) bekas sangat pendek bahkan nol sama sekali. Di beberapa kawasan di Indonesia, barang elektronik bekas dan limbah elektronik diterima sebagai barang impor ilegal dan "legal" - menggunakan dokumen perizinan yang tidak sesuai. Batam adalah salah satu lokasi tujuan limbah elektronik dan barang bekas. Menurut Mawardi Badar, Kepala Bapedal Batam, barang elektronik bekas yang dipasarkan di Kota Batam sebagian besar berasal dari impor, terutama dari Singapura. Jenis limbah elektronik, lanjut dia, antara lain berupa PCB reject, kumparan, kabel, srab plastik, solder, tabung kaca, sarang televisi, monitor. Pasar-pasar elektronik bekas terkumpul di titik-titik seperti Batam Center, Pasar Aviari, Pasar Sengkuang, Jalan Batu Aji, dan mall-mall. "Barang elektronik bekas sangat diminati di Batam karena pangsa pasar yang sangat besar dengan orientasi harga yang murah walaupun umur pemakaian yang lebih pendek, komponen yang perbaikannya lebih mahal daripada membeli yang baru atau yang bekas lagi," kata Mawardi. Sementara untuk kawasan Indonesia Timur, sejak tahun 1980-an, penyebaran barang limbah elektronik asal Singapura dan Malaysia terpusat di Pare-Pare (Sulawesi Selatan) dan Kepulauan Wakatobi (Sulawesi Tenggara). Berdasarkan jenis barang bekas, komposisi barang elektronik adalah sekitar 10 persen dari total barang asal Singapura - sumber utama barang elektronik bekas, sementara dari Malaysia 5 persen.(*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006