Jambi (ANTARA News) - Keunggulan penyubur tanaman menggunakan sentuhan teknologi Nutrisi Esensia yang telah lama dikembangkan Amerika Serikat, Jepang, dan Taiwan kini mulai diperkenalkan di Jambi setelah hampir 300 demplot diuji coba di berbagai daerah di Indonesia. Peneliti dan penemu Nutrisi di Indonesia (Nutrisi Saputra), DR Ir Umar Hasan Saputra dalam persentase temuannya itu di Jambi, Kamis (21/12) mengatakan, Nutrisi esensia yang banyak ditemukan di dasar laut merupakan penggabungan elemen-elemen zat serbuk dan cair yang ada di laut sehingga terjadi pembentukan. Nutrisi itu bukan pupuk tetapi merupakan teknologi penyubur tanaman yang punya keunggulan luar biasa dibanding teknologi penyubur tanaman konvensional menggunakan zat kimia. Penggunaan teknologi pupuk kimia terhadap pengembangan pertanian dan perkebunan di Indonesia selama ini menjadi masalah yang mengakibatkan terjadinya revolusi hijau sejak 1980. Sementara teknologi Nutrisi tidak demikian, karena setelah ia melakukan penelitian sejak 1993 ternyata nutrisi yang mulai dikenalkan di Indonesia pada 2003 punya keunggulan dibanding pupuk kimia. Misalnya jika menggunakan teknologi Nutrisi Saputra yang ia temukan telah berhasil meningkatkan produksi panen gabah petani di sejumlah daerah seperti di Jawa, Sulawesi, dan Kalimantan 8,6 ton gabah per hektar. Itu untuk siklus pertama, dan untuk siklus kedua bisa mencapai produksi panen mencapai 9 ton per hektar disamping kesuburan tanah kian baik. Pada tanaman cabe petani juga telah diuji coba dengan biaya pembelian nutrisi Rp200 ribu menghasilkan uang Rp20 juta per ha, tomat bisa berbuah 10 biji dalam satu rangkai, kakao (coklat) yang hampir mati bisa hidup dan berbuat lebat. Bahkan strawberi ukuran besar dan lebat tanaman bertambah seperti yang dikembangkan di Bali yang kini menjadi pemasok komoditi itu terbesar ke Singapura. Buah durian dan anggur juga telah diuji coba bisa berbuah di luar musim, tanaman jeruk di Kalimatan yang banyak diserang hama penyakit kini teratasi setelah menggunakan teknologi tersebut, kata Umar Hasan yang juga Dosen ITB itu. Tanaman melon juga diuji coba di Riau dari 36 gram bisa menjadi 49 gram. Pokoknya hampir semua jenis tanaman akan tumbuh subur dan berbuah lebat jika menggunakan teknologi tersebut. Pengembangan uji coba nutrisi dalam waktu dekat akan dilakukan di Kabupaten Kerinci yang selama ini dikenal sebagai sentra sayur mayur. Ia yakin jika teknologi itu digunakan suatu saat Indonesia tidak perlu mengimpor pangan dari Thailand, bahkan justru sebaliknya Thailand mengimpor dari Indonesia.(*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006