Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden M Jusuf Kalla di Jakarta, Jumat, menyatakan bahwa dalam era demokratisasi, kritikan dibutuhkan untuk memperbaiki kebijakan pemerintah, namun kritik yang disampaikan harus obyektif. "Demokrasi juga perlu dukungan, dan kritikan. Kritikan itu perlu untuk memperbaiki kebijakan yang telah dijalankan, namun kritikan yang disampaikan juga harus obyektif," kata Wapres M Jusuf Kalla saat jumpa pers. Pernyataan Wapres tersebut diungkapkan ketika ditanya adanya kritikan keras yang disampaikan sejumlah politisi yang tergabung dalam Gerakan Kebangkitan Indonesia Raya (GKIR). GKIR yang dimotori oleh mantan Wapres Try Sutrisno tersebut menilai lambannya pemulihan kondisi bangsa Indonesia dari keterpurukan akibat lemahnya kepemimpinan nasional. Menurut Wapres, selama dua tahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan M JUsuf Kalla , jika dinilai secara obyektif ada juga hal-hal yang telah berjalan baik dan mengalami kemajuan. Wapres mencontohkan saat ini jika membuat neraca perdagangan atau pertumbuhan ekonomi maka akan didapatkan angka yang lerbih baik dibandingkan sebelumnya. Meskipun demikian, tambahnya memang diakui masih ada juga beberapa masalah yang belum bisa diselesaikan secara tuntas. Namun , tambah Wapres pemerintahan saat ini baru menjalankan tugasnya selama dua tahun. "Baru dua tahun, tak bisa dalam waktu dua tahun langsung serta merta semuanya baik, " kata Wapres. Sportif Dalam pernyataan GKIR yang disampaikan kepada pimpinan DPR Agung Laksono disebutkan bahwa dari hasil dialog publik yang diselenggarakan GKIR beberapa waktu lalu telah dicapai satu kesimpulan, yakni memburuknya prikehidupan bangsa diakibatkan lemahnya kepemimpinan nasional. "GKIR sampai pada kesimpulan itu semua karena lemahnya kepemimpinan nasional," kata Try Sutrisno. Menurut Try, pihaknya merasa perlu berdialog dengan DPR untuk menjajaki sejauh mana DPR akan menyikapi perkembangan situasi bangsa yang semakin memburuk itu. GKIR mencatat adanya lima hal mendasar yang harus segera dihadapi. Pertama masalah kehidupan dan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat. Kedua, stabilitas keamanan, ketertiban umum dan keadilan. Ketiga masalah pendidikan, keempat musibah dan bencana alam yang bertubi-tubi serta terakhir masalah pemerintahan dan kepemimpinan. Dari lima hal mendasar itu, GKIR berpendapat, telah tampak gejala Indonesia berada diambang masuk jurang atau menjadi negara yang gagal. Keadaan tersebut, menurut Try, perlu dikaji dan terus disosialisasikan untuk mengobarkan semangat bangsa agar kembali bangkit dan bersama-sama mengatasi keadaan Menanggapi kritikan keras tersebut, Wapres dengan nada ringan meminta para elit politik bisa bersikap sportif dalam menyampaikan kritikan. "Dikritik boleh, tapi juga harus sportif, sehingga hal-hal yang baik juga diungkapkan," kata Wapres. Sementara menanggapi pertemuan tertutup antara para politisi yang tergabung dalam GKIR tersebut dengan Ketua DPR Agung Laksono, Wapres dengan berkelakar mengatakan bahwa setiap hari ketua DPR menerima puluhan tamu sehingga dia tidak bisa memberikan tanggapan. "Apalagi pertemuannya dilakukan secara tertutup," katanya. Sejumlah politisi tergabung dalam GKIR itu diantaranya pengacara kondang Adnan Buyung Nasution , aktivis Malari Hariman Siregar, mantan Gubernur DKI Soerjadi Soedirdja, kolumnis Bambang Wiwoho, Koordinator Forum Umat Islam Mashadi dan mantan Ketua Umum MUI KH Ali Yafie. Sementara tampak mendampingi Ketua DPR Agung Laksono dalam pertemuan itu diantaranya Ketua Komisi I DPR Theo Sambuaga, anggota Komisi I Happy Bone Zulkarnaen dan Ketua Fraksi Partai Demokrat Sukartono.(*)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006