Makassar (ANTARA News) - Konservasi kelautan yang sering dimaknai sebagai keberlanjutan, ternyata di lapangan masih bias, karena baru pada kepentingan konservasi semata, sementara kepentingan kesejahteraan dan sosial budaya masyarakat lokal diabaikan. Hal itu diungkapkan oleh tiga penulis buku "Menuju Konservasi yang Pro Rakyat dan Pro Lingkungan" masing-masing Riza Damanik dan Budiati Prasetiamartati dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Pusat serta Arif Satria, akademisi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) pada peluncuran buku mereka di Makassar, Jumat, dalam rangkaian dialog akhir tahun yang diselenggarakan Walhi Sulsel. "Tidak jarang di lapangan ditemukan, agenda konservasi diikuti oleh kegiatan investasi (industrialisasi) perikanan, pariwisata dan berbagai bentuk industri lainnya," ungkap Riza yang telah melakukan penelitian selama setahun di lima wilayah yakni Taman Laut Nasional (TLN) Takabonerate, Sulsel, Pulau Togian, Sulteng, TLN Bunaken Sulut, Taman Nasional Komodo, dan Taman Nasional Wakatobi Sultra bersama dua rekannya untuk melahirkan buku tersebut. Menurutnya, konservasi yang tercipta cenderung dipaksakan (coesive conservation). Bentuk konservasi seperti ini mendapat legitimasi politik yang kuat, karena diperankan negara (state) atas amanat undang-undang yang tidak hanya masih bercorak sentralistik dan sektoral, tapi juga bias daratan. Karena itu, harapnya, manajemen sumber daya kelautan ke depan harus mampu meletakkan nilai-nilai sosial yang terkandung di dalam masyarakat di ataskepentingan negara dan investasi yang marak terjadi seperti saat ini. Lebih jauh dijelaskan, melalui buku ini dimaksudkan untuk mempublikasikan berbagai bentuk ketidakadilan ekologis yang yang kerap terjadi di sekitar kawasan taman nasional laut di Indonesia, sekaligus memperkuat eksistensi dan kedaulatan rakyat atas aset-aset kehidupan di laut. Sementara menyinggung otonomi daerah dalam pengelolaan konservasi laut, dalam buku tersebut dijelaskan, sejak tahun 2002 ada sekitar 17 kawasan konservasi laut daerah (KKLD) tersebar di seluruh tanah air, dan hanya ada beberapa yang sudah diformalkan. Terkait dengan berbagai persoalan di lapangan, diimbau, untuk mencegah terjadinya bencana ekologis pada kawasan taman nasional laut, maka pemerintah perlu melaksanakan proses pengelolaan konservasi laut yang adil didasarkan pada asas-asas seperti asas kelestarian dan keberlanjutan, asas holistik, asas transparansi, partisipasi dan akuntabilitas publik, asas keadilan dan pengakuan kepemilikan masyarakat adat, asas pluralisme hukum dan asas kesetaraan gender. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006