Seoul (ANTARA News) - Media resmi Korea Utara (Korut) edisi Sabtu menyalahkan pihak Amerika Serikat (AS) atas kebuntuan dalam perundingan yang bertujuan untuk mengakhiri program senjata nuklirnya. Pihak Pyongyang, ibukota Korut, yang menghadapi serangkaian sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa 9PBB) lantaran dinilai tidak mengindahkan sejumlah peringatannya dalam melakukan uji nuklir pertamanya pada Oktober 2006 dalam perundingan pekan ini berfokus, agar AS mencabut sembargo perbankan internasionalnya. "Kami menjelaskan keinginan kami untuk merealisasi denuklirisasi itu, kendati pun sanksi-sanksi tersebut berlaku," demikian kantor berita Korut (KCNAS) mengutip utusan perundingan nuklir Korut, Jumat (22/12). Delegasi Korut yang dipimpin Kim Kye Gwan mengatakan, AS menuntut Pyongyang mengakhiri program nuklirnya dan menyetujui pemeriksaan atas fasilitas-fasilitas nuklirnya. "Kami dengan tegas menolak ini, dan mengemukakan kepada pihak AS, agar mempelajari lebih jauh usul kami," kata Kim yang dikutip KCNA. Perundingan antara dua Korea (Utara dan Selatan), China, Jepang, Rusia dan AS berakhir Jumat dengan kebuntuan, bahkan gagal mencapai kesepakatan penentuan tanggal bagi perundingan putaran berikutnya. Dalam perundingan lima hari itu, kata para utusan, Korut mengutarakan tentang pembekuan rekening-rekeningnya di Banco Delta Asia Macau, yang dituduh pihak Washingyon, ibukota AS, bersekongkol dalam pencucian uang dan pemalsuan dolar. Korut mengatakan, sanksi keuangan itu, yang berasal dari keputusan Departemen Keuangan AS pada 15 September 2005 ditujukan terhadap Banco Delta Asia lantaran terlibat pencucian uang "menunjukkan bahwa Washington melakukan perundingan dengan kepercayaan yang buruk". Sanksi-sanksi terhadap Korut itu, yang membekukan 24 juta dolar dananya, telah berdampak luas bagi Korut lantaran menyebabkan bank-bank internasional lainnya tidak bersedia melakukan hubungan bisnis dengan pihak Pyongyang. Pihak Washington berpendapat bahwa perundingan nuklir dan sanksi keuangan adalah masalah-masalah yang terpisah dan jangan dicampuradukkan. Tapi, Presiden Korea Selatan (Korsel), Roh Moo Hyun, tampaknya bersimpati dengan sikap Korut yang pekan ini menanyakan kenapa Departemen Keuangan AS melakukan tindakan hanya beberapa hari sebelum enam negara mencapai satu persetujuan di mana Pyongyang setuju menghapuskan program senjata nuklirnya dengan imbalan bantuan dan jaminan keamanan negerinya. Utusan Korsel mengatakan, ia ingin melihat pertemuan enam negara itu yang berlangsung lebih dari tiga tahun dengan hasil-hasil sedikit konkret, dilanjutkan guna membantu perdamaian di kawasan itu, demikian kantor berita Korsel, Yonhap, melaporkan pada hari Sabtu. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2006