Balikpapan, Kalimantan Timur (ANTARA News) - Diam-diam, penghasilan petani kelapa sawit bisa menyaingi asisten manajer perusahaan menengah. Dalam sebulan, petani kelapa sawit bisa mendapat Rp7 juta. 

Ini terjadi pada para petani plasma kebun kelapa sawit di Kecamatan Telen dan Muara Wahau, Kutai Timur, Kalimantan Timur. Jika hal ini disebarluaskan dan ditularkan, urbanisasi bisa ditekan dan transmigrasi bisa sangat berhasil.

"Itu kami dapatkan dengan menanam kelapa sawit di kebun seluas dua Hektare setiap orang," kata Ketua Koperasi Plasma, Suhaedi, Minggu.

Sejak 2008, Suhaedi dan sebagian besar warga Desa Marah Haloq, Kecamatan Telen, merelakan lahan mereka seluas 1.800 hektare ditanami kelapa sawit oleh PT Karyanusa Eka Daya (KED), anak perusahaan dari perusahaan perkebunan Astra Agro.

Kecamatan Telen dan Muara Wahau terletak lebih kurang 500 km utara Balikpapan.

Setelah empat tahun, sawit di lahan Suhaedi dan kawan-kawan mulai panen. Mulai saat itu juga mereka mulai mengembalikan pinjaman dari perusahaan. 

Suhaedi, Loppo, dan kebanyakan petani Marah Haloq mengambil skema pembayaran 90:10, atau mengizinkan perusahaan memotong 90 persen penghasilan mereka untuk membayar angsuran biaya pembersihan dan pengolahan lahan, pupuk, biaya panen, dan ongkos angkut tandan buah segar ke pabrik.

Ini termasuk biaya pemeliharaan lahan dan pohon sawit sebelum pohon berbuah. Total jumlahnya lebih kurang Rp189 juta per Hektare.

"Biar cepat lunas," kata Suhaidi. Ia dan kawan-kawannya berharap kredit itu bisa lunas pada 2016 mendatang. Sementara ini mereka harus puas dengan pendapatan Rp700.000 per bulan.

Petani saat ini bertahan dengan sejumlah penghasilan lain. PT KED memberikan kesempatan kepada para petani untuk mengerjakan sejumlah pekerjaan dan menyediakan jasa yang diperlukan di kebun.

Suhaedi, misalnya, menyediakan truk untuk mengangkut TBS dari kebun ke pabrik. Dengan bekal kontrak kerja dari perusahaan ia bisa mendapatkan modal kerja dari bank untuk membeli truknya. Loppo mendapatkan pekerjaan pemeliharaan jalan-jalan di kebun dan saat ini memiliki alat berat sendiri.

"Sungguh tidak terbayang apa yang saya raih sekarang, mengingat saya dulu hanya tukang perahu penyeberangan di Sungai Telen," kata Suhaedi. 

Pewarta: Novi Abdi
Editor: Ade P Marboen
COPYRIGHT © ANTARA 2015