Masih adakah orang di Jakarta yang menjadikan delman sebagai alat transportasi umum? Untuk tahu jawabanya, datang saja ke sebuah jalan di Jakarta Selatan bernama Swadharma Raya, dan di sana orang masih bisa menikmati alat transportasi tradisional beroda dua yang seluruh tubuhnya terbuat dari kayu yang ditarik kuda. Ujang, satu dari beberapa kusir delman yang mangkal di jalan itu mengatakan, hampir seumur hidupnya dia jalani sambil mengoperasikan angkutan tradisional tersebut. "Sejak tahun 70an saya sudah menjadi kusir delman di jalan ini. Mulai dari tempat ini masih sepi, sampai dengan sekarang yang begitu ramai," kata lelaki asal Garut tersebut. Setiap hari dia memulai kerjanya pada pukul 06.00 WIB dan berakhir pada pukul 18.00 WIB. "Kalau sudah lewat Maghrib kita tidak akan beroperasi lagi, karena bergantian dengan para tukang ojek," ujarnya sambil memegang tali kendali kuda. Pagi hari sebelum bekerja, Ujang menyikati tubuh kudanya atau terkadang memandikan hewan yang telah begitu berjasa menopang hidupnya tersebut. "Kalau saya tidak kecapean pasti saya mandikan. Tetapi yang jelas setiap hari kuda ini harus diberi makan," ujarnya sambil tersenyum. Untuk memberi makan kuda itu, Ujang membeli rumput dari tukang tanaman atau seringkali ia mencari sendiri. Menurut dia, memang agak sulit mencari rumput di Jakarta, tetapi untung saja di tempat ini masih terdapat beberapa lapangan atau tanah kosong yang ditumbuhi rumput. "Jadi sampai sekarang kebutuhan makan kuda saya ini dapat terpenuhi," kata dia. Sore hari, setelah selesai bekerja seharian, kuda tersebut dilepaskan dari ikatan gerobak kayu yang berguna mengangkut penumpang untuk kemudian diberi makan dan minum kembali. Pada malam hari, sang kuda benar-benar mendapat istirahat, karena jika tidak cukup istirahat dan kelelahan maka siang harinya kuda itu tidak bisa bekerja dengan baik. Jika dibandingkan harus mengeluarkan berliter-liter bensin untuk mengoperasikan angkutan bermesin, pengeluaran untuk membeli rumput ataupun merawat kuda tersebut tidak terlalu mahal. "Walaupun begitu, kami tetap menyesuaikan dengan tarif angkutan umum lainnya, seperti metromini dan kopaja, karena pengeluaran untuk kebutuhan hidup sehari-hari juga semakin meningkat," katanya. Seluruh harga barang naik dan membuat kehidupan banyak orang tercekik, sehingga ongkos sekali jalan Rp2000, dirasa cukup rasional untuk mengganti kelelahan kusir dan kuda yang berpacu di jalan aspal itu. Jarak Dekat Delman di Jalan Swadharma Raya hanya beroperasi untuk jarak dekat yaitu kurang lebih sepanjang dua kilometer. "Itupun sudah bolak-balik, karena memang sudah menjadi kesepakatan bersama bahwa delman di tempat ini hanya melayani rute sepanjang jalan Swadharma ini," kata Ujang. Jika perjalanan yang ditempuh jauh di luar jalan itu, maka kuda yang menarik angkutan itu akan kesulitan karena akan bersaing dengan angkutan bermesin lainnya yang jumlahnya lebih banyak. Menurut Titin, seorang warga Swadharma, delman buatnya sudah menjadi transportasi yang amat bermanfaat serta menguntungkan. "Hanya delman yang bisa mengantar saya masuk ke dalam gang rumah yang kecil," ujar perempuan beranak dua tersebut. Rutinitasnya berbelanja ke pasar dengan membawa banyak hasil belanjaan, membuat delman selalu menjadi pilihan utama dibandingkan bis kota. Menurut Titin, terlalu repot kalau harus naik bis, dan lebih praktis dengan delman karena dengan harga yang sama bisa tetap mengantarnya dan barang belanjaan sampai ke depan rumah. Sementara itu, Iman, seorang warga Swadharma yang lain mengeluhkan kotoran yang diproduksi oleh hewan yang menarik delman itu. "Saya tidak menentang keberadaan delman itu, tetapi terkadang para kusir tidak tertib sehingga seringkali membuat kotoran kuda sembarangan saja di sepanjang jalan. Padahal akibatnya jalan menjadi sangat kotor dan berbau," kata lelaki yang sudah 16 tahun tinggal di jalan itu. Tradisionalitas dari angkutan sederhana itu, menurut Iman layak untuk dilestarikan, karena delman adalah salah satu angkutan khas Indonesia. Tapi, katanya, sebaiknya perlu ditertibkan agar kotorannya tidak menimbulkan penyakit, serta harus ada mekanisme yang baik supaya tidak menimbulkan kemacetan di Jalan Swadharma yang semakin ramai. Iman tidak menyangkal bahwa naik delman adalah salah satu cara menyenangkan untuk bertransportasi. "Apalagi anak-anak kecil pasti senang sekali naik delman, mungkin karena lagu yang syair terakhirnya berbunyi `tak tik tak tik tuk` itu membuat banyak orang penasaran untuk naik delman," kata lelaki berkulit hitam itu. Mungkin, tutur Iman, pemerintah daerah jangan sampai melupakan angkutan tradisional itu dan memikirkan cara yang menguntungkan banyak pihak agar delman tetap lestari. "Saya pikir tepat sekali jika delman-delman ini ditujukan untuk angkutan pariwisata, seperti di Monas. Dan kalau bisa delman di Jalan Swadharma ini harusnya memiliki jalur sendiri yang tidak berbarengan dengan angkutan lainnya," kata dia sambil mengedipkan mata.(*)

COPYRIGHT © ANTARA 2007